Minggu, 24 Juli 2016

Makalah Karakteristik Aswaja



 
KARAKTERISTIK ASWAJA
Resume untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama 2 (Aswaja)
Dosen Pengampu: NUR ROHMAN, S.Pd., M.Si.



 

Disusun oleh :
1.       Hardianti Nurul Afifah        (151120001568)
2.       Tutut Elyana                        (151120001572)
3.       Elinda Dyah Evisa               (151120001574)
4.       Tri Nur Cahyati                   (151120001618)
Prodi: Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA
Jl. Taman Siswa (Pekeng) Tahunan Jepara 59427
Telp. (0291) 595320 email: FEB@UNISNNU.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah Karakteristik Aswaja ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Serta terima kasih kepada bapak Nur Rohman, S.Pd., M.Si.  sebagai dosen pengampu mata kuliah agama II, dan pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Berikut ini kami  mempersembahkan sebuah makalah, semoga dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna lebih mengetahui apa dan bagaimana karakteristik Aswaja (Ahlussunnah waljama’ah).
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan di masa yang akan datang. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis                        

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Aswaja sangat perlu dipelajari karena Aswaja termasuk ajaran orang-orang Islam secara keseluruhan dan sebagai bekal untuk pedoman hidup dalam sehari-hari. Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang  berdasarkan pada al-quran dan hadis. Aswaja sebagai bagian dari kajian keislaman merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proposional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi suatu masalah teori pada masanya dan mempunyai sikap. Aswaja memiliki karakteristik yang berbeda dengan ajaran-ajaran lain. Karakteristik adalah ciri-ciri atau ciri khas yang membedakan antara satu hal yang satu dengan hal yang lain. Disini kami akan membahas mengenai karakteristik Aswaja dalam bidang akidah, fiqih, dan tasawuf.
B.  Pembahasan
Dalam resume ini akan dibahas
1.    Karakteristik Aswaja dalam Bidang Akidah
2.    Karakteristik Aswaja dalam Bidang Fiqih
3.    Karakteristik Aswaja dalam Bidang Tasawuf
C.  Tujuan Pembahasan
1.    Untuk memahami karakteristik Aswaja dalam Bidang Akidah.
2.    Untuk memahami karakteristik Aswaja dalam Bidang Fiqih.
3.    Untuk memahami karakteristik Aswaja dalam Bidang Tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Karakteristik Aswaja dalam Bidang Aqidah
1)      Akidah Ahlusunnah Wal-Jama’ah
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui dalam kajian akidah ahlusunnah wal-jama’ah. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Ilahiyyat (ketuhanan) yaitu bahasan yang berkenaan dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
a.    Iman adalah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati. Iman yang sempurna ialah pengakuan dengan lisan, pembenaran dengan hari, dan pengamalan dengan anggota badan.
b.    Tuhan itu ada (Allah). Dia memiliki 99 nama yang dikenal dengan nama al-Asma’ al-Husna.
c.    Allah memiliki sifat-sifat jalal (kebesaran), sifat-sifat jamal (keindahan), dan sifat-sifat kamal (kesempurnaan).
d.   Sifat-sifat allah yang wajib diketahui oleh setiap mukmin yang baligh dan berakal ada 20 sifat wajib allah dan 20 sifat yang mustahil bagi-nya,serta satu sifat yang jaiz (wajib ada) bagi allah. Kedua puluh sifat tersebut adalah :
(1)     Wujud, artinya allah itu wajib ada, dan mustahil allah bersifat ‘adam (itu tidak ada)
(2)     Qidam, artinya tidak bermulaan, dan mustahil allah itu bersifat hudust (wujud-Nya ada permulaannya)
(3)     Baqa’ artinya tidak ada akhirnya, dan mustahil allah itu bersifat fana’ (akan binasa atau wujudnya allah ada akhirnya)
(4)     Mukhaalfatu lil-hawaditsi, artinya berbeda dengan semua makhluk-nya, dan mustahil allah itu bersifat mumatsalatu lil-hawaditsi (menyerupai makhluk-nya)
(5)     Qiyamuhu bi-nafsihi, artinya berdiri sendiri dan mustahil allah itu butuh kepada makhluk-nya (Qiyamuhu bi-ghairihi)
(6)     Wahdaniyat, artinya bersifat esa, dan mustahil allah itu bersifat ta’addud (banyak dan berbilangan)
(7)     Qudrat, artinya kuasa, dan mustahil allah itu bersifat ‘Ajzun (lemah)
(8)     Iradat, artinya menentukan sendiri dengan kehendak-nya, dan mustahil allah itu bersifat karahah (dipaksa oleh selain-nya)
(9)     Ilmu, artinya tahu, dan mustahil allah itu bersifat jahlun (bodoh)
(10) Hayat, artinya hidup, dan mustahil Allah itu bersifat mautun (mati)
(11) Sama’ artinya mendengar, dan mustahil allah itu bersifat bakam (tuli)
(12) Bashar, artinya melihat, dan mustahil allah itu bersifat ‘ama (buta)
(13) Kalam, artinya berkata, dan mustahil allah itu bersifat shamam (bisu)
(14) Kaunuhu qadiran, artinya allah itu maha kuasa, dan mustahil kaunuhu ‘Ajizan (lemah dan tidak berkuasa)
(15) Kauhunu muridan, artinya allah itu maha berkehendak, dan musthail kaunuhu mukrahan (dipaksa oleh selain-nya)
(16) Kaunuhu ‘aliman, artinya allah itu maha mengetahui, dan mustahil kunuhu jahilan ( maha bodoh)
(17) Kaunuhu hayyan, artinya allah itu maha hidup, dan mustahil kaunu mayyitan (maha mati).
(18) Kaunuhu sami’an, artinya allah itu maha mendengar, dan mustahil kaunuhu abkam (maha tuli)
(19) Kaunuhu basiran, artinya allah itu maha melihat, dan mustahil kaunuhu A’ma (maha buta).
(20) Kaunuhu Mutakaliman, artinya allah itu maha berkata, dan mustahil kaunuhu ashamma (maha bisu).
e.    Sifat yang jaiz (boleh) bagi allah hanya ada satu, yaitu fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu (melakukan segala sesuatu yang mungkin atau meninggalkannya).
f.      Allah ada tanpa tempat dan tanpa dilalui oleh waktu.
g.    Ahlussunnah Wal-Jama’ah mempercayai adanya Qadha’ (hukum) dan Qadar (ketentuan) allah, yaitu takdir ilahi. Takdir tersebut meliputi hal-hal berikut:
(1)     Semua kejadian di dunia sudah ada dalam Qadla’ Allah yaitu hukum Tuhan pada azal, bahwa hal tersebut akan terjadi.
(2)     Semua kejadian di dunia ini, baik dan buruknya, semuanya adalah diciptakan oleh allah.  Dan kita umat manusia hanya wajib beriktiar dan berusaha.
(3)     Pahala yang diberikan allah kepada manusia adalah karena karunia-Nya dan hukuman yang diberikan kepada manusia adalah karena keadilan-Nya.
h.    Allah bersama nama-Nya dan sifat-sifatnya adalah Qadim (tidak bermulaan), karena nama dan sifat itu menatap pada Dzat yang Qadim. Oleh karena itu, semua sifat tuhan adalah Qadim, Tidak ada permulaanya.
i.      Al-qur’an al-Karim adalah kalam Allah yang Qadim. Sedangkan yang tertulis dalam Mushhaf, yang berupa huruf dan suara adalah gambaran dari kalam allah yang qadim. Oleh karena itu, al-Qur’an al-Karim dikatakan Qadim, dan tidak boleh dikatakan Hadits (baru) atau makhluk.
j.      Nama Tuhan itu tidak boleh dibuat-buat oleh siapapun. Nama tuhan itu ditetapkan berdasarkan dalil Al-Qur’an, sunnah dan Ijma’ ulama. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, al-Tirmidzi dan lain-lain, nama tuhan itu ada 99 nama. Barangsiapa yang menghafalnya diluar kepala, maka akan dijamin masuk surga.
k.    Allah dapat dilihat oleh penduduk surga dengan mata kepala, bukan dengan mata hati. Tetapi ingat, jangan sampai berkeyakinan bahwa allah itu ada di dalam surga. Karena yang ada di dalam surga adalah penduduk surga yang melihat-Nya. Allah Maha suci dari tempat.
l.      Pada waktu di dunia, tidak ada manusia yang dapat melihat allah, kecuali nabi muhammad  pada malam mi’raj di sidrat al-muntaha. Tapi ingat, bahwa allah idak bertempat di Sidrat al-Muntaha. Yang bertempat di situ, adalah nabi ketika melihat-Nya. Allah maha suci dari tempat.
2.      Nubuwat (kenabian) yaitu bahasan yang berkenaan dengan kenabian, para nabi dan sifat-sifat mereka.
a.    Mengutus para rasul adalah suatu karunia Allah kepada umat manusia untuk menunjukkan jalan yang lurus bagi mereka. Allah tidak berkewajiban mengutus para rasul tersebut.
b.    Nabi yang pertama kali diutus oleh allah dan dibekali dengan wahyu dan hukum-hukum syari’at adalah nabi adam, ayah umat manusia. Sedangkan nabi terakhir dan penutup adalah nabi Muhammad.
c.    Di dalam Al-Qur’an allah menyebutkan ada 25 nabi  dan rasul yang diyakini oleh setiap muslim. Mereka adalah Nabi Adam, Nabi Idris , Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi Ibrahim, Nabi luth, nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub , Nabi Yusuf, Nabi Syu’aib, Nabi Ayyub, Nabi Dzul Kifli, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Ilyas, Nabi Ilyasa’, Nabi Yunus, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, Nabi Isa dan Nabi Muhammad.
d.   Perbedaan terpenting antara Nabi Muhammad dengan nabi-nabi sebelumnya adalah kalau nabi-nabi sebelumnya oleh Allah diutus kepada kaumnya saja. Sedangkan Nabi Muhammad diutus kepada seluruh umat manusia, jin dan malaikat.
e.    Setiap muslim wajib mengetahui dan meyakini bahwa nabi muhammad lahir di mekkah. Sesudah berusia 40 tahun, beliau  diangkat sebagai rasul dan ayat-ayat al-Qur’an diturunkan kepada beliau secara berturut-turut selama 23 tahun.
f.     Sesudah 13 tahun menjadi Rasul, beliau berhijrah ke Madinah, Menetap di sana dan wafat disana.
g.    Beliau wafat sesudah melakukan tugas selama 23 tahun dalam usia 63 tahun. Makam nabi muhammad ada di Madinah di lingkungan Masjid Nabawi sekarang, setiap Muslim boleh dab bahkan dianjurkan menziarahinya.
h.    Nabi Muhammad adalah manusia seperti kita, bukan malaikat. Beiau juga makan, minum, tidur, menikah dan mempunyai keturunan seperti kita layaknya manusia biasa.
i.      Namun demikian, Kemanusiaan beliau adalah luar biasa, ruhaniyah dan jasmaniyah beliau luar biasa kuatnya, karena wahyu ilahi diturunkan kepada beliau, yang seandainya diturunkan kepada bukit, niscaya bukit itu akan hancur lebur. Srandaniyan beliau diumpamakan dengan batu, maka beliau adalah batu permata, dan manusia yang lain bagaikan batu krikil biasa. Sama-sama batu, tetapi yang satunya lebih tinggi nilainya, lebih kuat dan lebih mahal harganya.
j.      Ahlussunnah Wal-jama’ah menganggap bahwa meskipun Nabi Muhammad itu manusia sperti kita, tetapi beliau adalah Sayyid al-Khalaq, Makhluk Allah yang paling mulia dibanding Makhuk yang lain.
k.    Nasab nabi dari jalur ayah adalah, Muhammad bin Abdullah bin abdul muthalib bin hasyim, bin abdi manaf, bin qhusain, bin kilap bin murrah, bin ka’ap, bin lu’ay, bin ghalib,bin fihir, bin malik, bin nazhar, bin kinanah, bin khuzaimah, bin mudrika, bin ilyas, bin mudhar, bin nizar, bin ma’ad, bin adnan. Dari jalur ibu adalah Muhammad bin aminah, binti wahab, bin abdi manaf, bin zuhrah, bin kilab ( kakek nabi yang keenam dari jalur ayah).
l.      Istri-istri nabi Muhammad mulai dari menikah hingga wafatnnya adalah ummul mukminin khadijah binti khuwailid, ‘aisyah binti abi bakar al-shiddiq, hafshah binti umar, ummu salamah binti abi umayyah, ummu habibah binti abu sufyan, saudah binti zam’ah, zainab binti jahasy, zainab binti khuzaimah, maiumnan binti al-harist, juwairiyah binti al-harits, dan shafiyyah binti huyah ;radhiyallahu ‘anhunnah.
m.  Putra-putri nabi Muhammad adalah Zainab,Ruqayyah,Ummu kultsum, siti Fatimah, Qasim,Adullah dan Ibrahim.
n.    Nabi Muhammad isra’ (melakukan perjalanan di malam hari)  dari Mekkah ke Baitul Muqqaddas di palestina. Lalu mi’raj ke sidratul Muntaha pada tanggal 27 rajab dan kembali malam itu juga ke dunia (Mekkah) dengan membawa perintah sholat lima kali dalam sehari semalam. Beliau melakukan isra’ dan mi’raj dengan tubuh dan ruhnya.
o.    Nabi Muhammad diangkat sebagai nabi lebih dulu dari nabi-nabi yang lain, yaitu ketika Nabi adam masih terbaring disurga dan belum diberi jiwa(ruh). Karena itu, beliau adalah nabi yang pertama kali diangkat,tetapi terakhir kali lahir ke dunia.
p.    Nabi Muhammad akan member syafa’at (bantuan) nanti di akhir kepada seluruh manusia. Syafa’at beliau nanti bermacam-macam, di antarannya menyegarkan pelaksanaan hisab di padang mahsyar.
q.    Sesudah Nabi Muhammad meninggal, maka pengganti beliau yang sah sebagai pemimpin umat adalah sayidina, abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah yang pertama, sayidina umar bin al-Khaththab sebagai khalifah yang kedua, sayidina utsman bin affan sebagai khalifah yang ketiga dan syaidna ali bin abi thalib sebagai khalifah yang keempat. Keempat khalifah ini disebut dengan khulafaur rasyidin.
r.     Ahlussunnah Wal-jama’ah menyakini bahwa sahabat Nabi Muhammad adalah makhluk allah yang paling mulia . di bawah beliau rosul-rosul yang lain, lalu para nabi, lalu para malaikat dan kemudian manusia yang lain.
s.     Ahlussunnah Wa-Jamaa’ah menyakini bahwa sahabat nabi yang paling mulia adalah syaidina Abu Bakar, lalu sayidina Umar bin al-Khaththab, lalu sayidina Utsman bin Affan, lalu syaidina Ali bin Abi Thalib, lalu sahabat yang sepuluh yang di kabarkan oleh Nabi akan masuk surge, yaitu 4 orang khalifah  tersebut dtambah dengan Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid dan Abu Ubaidah Amir bin al-Jamah sesudah mereka adalah para sahabat peserta perang badar, lalu peserta perang uhud, lalu para sahabat yang ikut dalam bai’at al-ridhwan dan terakhir seluruh sahabat selain mereka.
t.     Berkaitan dengan pertikaian dengan peperangan antara sesame sahabta nabi seperti peperangan jamal antara sayidah aisyah dan sayidina ali bin abi thalib dan peperangan shiffin antara syaidina ali bin abi thalib dan sahabat mu’awiyah bin abi sufyan ahlussunah wal-jamaa’ah menanggapinnya secar positif, berangkat dari ijtihad masing-masing. Kalau ijtihad tersebut benar menurut allah maka mereka akan mendapatkan dua pahala. Tetapi kalau ijtihad mereka keliru menurut allah, maka  mereka akan mendapatkan satu pahala, atas jasa ijtihadnya tersebut.
u.    Ahlussunnah Wal-jama’ah menyakini bahwa seluruh  keluarga nabi khususnya ummul mukminim sayidatina aisyah yang tertuduh melakukan kesalahan adalah bersih dari noda. Fitnah yang dilancarkan terhadap keluarga nabi adalah fitnah yang dibuat-buat.
v.    Kenabian dan kerasulan seorang itu adalah karunia dari tuhan. Pangkat ini tidak dapat di peroleh  dengan diusahakan, misalnnya dengan mencari ilmu, bertapa, beribadah dan lain-lainnya. Karenannya, seorang wali tidak akan dapat mencapai derajat para nabi.
w.  Para rasul allah dibekali dengan mukjizat, yaitu perbuatan yang istimewa yang di luar kemampuan manusia biasa, seperti nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api, nabi isa yang pandai menghidupkan orang yang sudah mati, nabi musa yang pandai menjadikan tongkatnya menjadi ular, nabi Muhammad dengan kitab sucinnta al-qur’an al-karim yang tidak dapat ditiru oleh siapapun, air keluar dari anak jari beliau, bulan di belah menjadi dua, matahari berhenti berjalan dan lain-lain.
x.    Ahlussunnah Wal-jama’ah menyakini adannya karomah para wali. Karomah adalah perbuatan yang istimewa yang diluar kebiyasaan manusia, yang di lakukan oleh para wali allah, seperti makanan yang dating sendiri kepada siti mariyam, dan ahli gua ( ashabul khahfi) yang tidur selama 309 tahun tanpa mengalami kerusakan pada tubuh mereka.
y.     Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan penutup para nabi, sehingga sesudah beliau tidak akan ada nabi lagi. Demikian pula pangkat kenabian dan kerasulan telah ditutup oleh pangkat beliau. Demikian nabi-nabi pembantu tidak ada lagi sesudah beliau siapapun yang mengaku nabi atau rasul baik nabi yang berdiri sendri atau nabi untuk menjalankan syariat nabi muhammmad maka orang tersebut pembohong dan harus dilawan.
z.    Para nabi itu memiliki 4 sifat yang wajib dan 4 sifat yang mustahil. Sifat wajib bagi mereka adalah shidiq (jujur), amanah(dipercaya),tabligh (menyampaikan perintah) dan fathanah(cerdas). Sedangkan sifat yang mustahil bagi mereka adalah kidzib (berdusta), khianat, kitman (menyembunyikan perintah) dan baladah(dungu).
aa.      Kaum Muslimin wajib mempercayai adanya Kitab-kitab Suci yang diturunkan oleh Allah kepada para rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya. Kitab-kitab Suci yang diturunkan oleh Allah banyak sekali, tetapi yang wajib diketahui secara terperinci oleh setiap Muslim adalah 4, yaitu :
·      Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa A.s
·      Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawuds A.s
·      Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isas A.s
·      Kitab al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
bb.     Ahlussunnah Wal-Jama'ah meyakini bahwa al-Qur'an yang ada sekarang adalah asli tanpa ada perubahan, pengurangan, dan penambahan. Barang siapa yang meyakini bahwa al-Qur'an yang ada sekarang adalah tidak asli, telah mengalami perubahan, pengurangan, dan penambahan, maka ia telah kufur.
cc.      Ahlussunnah Wal-jama'ah meyakini bahwa penolakan terhadap nash (teks) al-Qur'an dan nash hadits yang telah diyakini bahwa hal tersebut memang nash al-Qur'an dan hadits adalah kufur.
dd.    Seorang hamba tidak akan sampai pada derajat yang dapat menggugurkan kewajiban syari'at bagi dirinya.
3.      Kauniiyyat (kosmos) yaitu bahasan yang berkenaan dengan alam semesta, seperti setan, malaikat, jin, dll.
a.    Kaum Muslimin wajib mempercayai adanya para Malaikat, Yaitu makhluk halus yang diciptakan oleh Allah dari cahaya. Jumlah mereka banyak sekali dan tidak terhitung. Tetapi yang wajib dipercayai secara terperinci adalah 10, yaitu: 
(1) Malaikat Jibril, yang bertugas mengantarkan wahyu
(2) Malaikat Mikail, yang bertugas mengatur hal-hal kesejahteraan umat, seperti mengatur hujan, angin, tanah, kesuburan dll.
(3) Malaikat Israfil, yang bertugas mengatur hal-hal akhirat seperti meniup terompet (Sangkakala) sebagai tanda bangun kembali di Padang Mahsyar dll.
(4) Malaikat Izrail, yang bertugas mencabut nyawa setiap makhluk dan membawa nyawa ke mana mestinya.
(5) Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir yang bertugas menanyai orang yang telah mati dalam kubur.
(6) Malaikat Raqib dan Malaikat Atid yang bertugas mencatat perbuatan manusia sehari-hari. Malaikat Raqib mencatat perbuatan yang baik. Malaikat Atid mencatat perbuatan yang buruk. Keduanya selalu mengikuti manusia.
(7) Malaikat Malik, yang bertugas menjaga Neraka Jahannam yang disebut pula Malaikat Zabniyah.
(8) Malaikat Ridhwan, yang bertugas menjaga surga.
b.    Kaum Muslimin harus percaya terhadap adanya Jin, yaitu makhluk halus yang diciptakan oleh Allah SWT dari api.
c.    Kaum Muslimin harus percaya bahwa manusia pertama (Nabi Adam A.s ) diciptakan oleh Allah dari tanah liat. Sedangkan manusia berikutnya adalah keturunan Nabi Adam a.s.
d.   Allah menciptakan manusia sejak manusia yang pertama (Nabi Adam A.s) dalam bentuk yang sangat sempurna, dan bukan melalui proses evolusi dari kera dan orang utan.
4.      Ghaibiyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang ghaib seperti surga, neraka, hari kiamat, dll.
a.    Bangkit sesudah mati hanya terjadi satu kali. Manusia pada mulanya tidak ada, kemudian lahir ke dunia, lalu sesudah itu mati, dan sesudah itu bangkit kembali (hidup) dan berkumpul di Pandang Mahsyar, sesuai dengan ayat al-Qur'an surat al-Baqarah ayat ke 28.
Pendeknya manusia kalau sudah mati, maka tidak akan hidup lagi walaupun menyerupai binatang atau apa saja.
Manusia akan hidup kembali nanti pada hari kiamat apabila nafir(Terompet) telah dibunyikan oleh Malaikat Israfil.
Hal ini berbeda dengan kepercayaan orang-orang Syiah yang berkeyakinan bahwa Sayidina Ali akan hidup kembali pada akhir zaman, lalu sesudah itu mati lagi, dan sesudah itu hidup lagi di Padang Mahsyar.
b.    Setiap orang muslim wajib mempercayai adanya hari akhirat. Permulaan hari akhirat bagi setiap orang adalah sesudah mati, dengan melalui proses dan tahapan sebagai berikut:
1)      Setiap orang akan mati apabila jangka usianya sudah habis.
2)      Setelah mati, ia akan dikubur. Dalam kuburan yang akan ditanya oleh malaikat munkar dan nakir. Tentang siapa tuhanmu, siapa nabimu, siapa imammu dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
3)      Orang yang jahat akan disiksa didalam kubur.
4)      Kemudian pada saatnya nanti akan terjadi kiamat besar, dunia kan hancur lebur dan semua makhluk yang ad didunia akan mati.
5)      Kemudian pada saatnya nanti terompet akan dibunyikan sehingga seluruh orang yang mati akan bangun kembali dan berkumpul dipadang masyar.
6)      Setelah itu aka ada hisab, yaitu perhitungan pahala dan doa manusia.
7)      dipadang masyar itu ada syafaat (pertolongan) dari nabi Muhammad saw dengan ijin allah.
8)      Lalu aka nada timbangan untuk menimbang pahala dan dosa.
9)      Akan jadi jembatan shirathal mustaqin, yang dibentangkan diatas neraka yang akan dilalui oleh semua manusia.
10)  Akan ada telaga  kautsar, kepunyaan nabi Muhammad di dalam surge, dimana orang-orang yang beriman akan minum disana.
11)  Orang yang lulus ujian dengan menitih jembatan tersebut akan selamat dan akan masuk surga jannatun na’im, sedangkan orang kafir akan jatuh di neraka.
12)  Orang yang baik akan langsung masuk surga dan kekal selama-lamanya.
13)  Orang kafir akan masuk neraka dan kekal selam-lamanya.
14)  Orang mukmin yang berdosa dan mati sebelum bertaubat, akan masuk kedalam neraka untuk sementara, dan sesudah di hukum akan di keluarkan dan akan di masukkan dalam surga untuk selama-lamanya.
15)  Orang mukmin yang baik-baik akan di beri nikmat apa saja yang ia sukai di dalam surga, dan akan di beri nikmat tambahan yang paling besar dan paling lezat yaitu melihat allah.
Demikian kronologi ringkas tentang hari kiamat.
c.    Riski semua manusia sudah di takdirkan oleh allah pada azal, tidak akan bertambah dan tidak akan berkurang, tetapi manusi disuruh mencari riski dan berusaha tidak boleh berpangku tangan dan menunggu saja.
d.   Menurut allah ajal setiap manusia sudah ada jangkanya, tidak akan maju dan tidak akan mundur walaupun hannya sedetik. Tetapi manusi di perintah bertaubat oleh allah kalau sakit, dan tidak boleh menunggu ketika ajal menjemput.
e.    Anak-anak orang kafir kalau masih kecil akan masuk surga.
f.     Dua orang mukmin akan bermanfaat bagi dirinnya dan bagi orang lain yang di doakannya.
g.    Pahala sedekah, wakaf, dan pahala bacaan (al-Qur’an, Tahlil, Sholawat dan lain-lain) boleh di hadiahkan kepada orang yang sudah mati dan akan sampai kepada mereka  kalau di mintakkan kepada allah untuk menyampaikannya.
h.    Ziarah kubur,   khususnnya kubur orang tua, para ulama’, para wali dan para orang yang mati sahid, apalagi makam rasullullah dan para sahabatnya adalah sunat hukumnya kalau di kerjakan akan mendapatkan pahala. Berpergian untuk ziarah kubur termasuk perbuatan ibadah.
i.      Berdoa kepada allah secara langsung, atau berdoa melalui wasilah(bertawasul) adalah sunnat hukumnya diberi phala kalau dikerjakan.
j.      Masjid diseluruh dunia derajatnya sama, kecuali tiga buah masjid yang lebih tinggi derajatnya daripada masjid-masjid yang lain, yaitu masjid mekkah, masjid nabawi, dan masjid al-Aqsha di palestina. Berjalan untuk menunaikan sholat di tiga masjid tersebut adalah ibadah, kalau dikerjakan akan mendatangkan pahala.
k.    Seluruh manusia adalah anak cucu nabi adam dan adam berasal dari tanah. Iblis dan jin diciptakan dari api, sedangkan malaikat diciptakan dari cahaya.
l.      Bumi dan langit itu ada. Barang siapa yang mengatakan bahwa langit tidak ada , maka ia keluar dari lingkungan kaum ahlussunnah wal-jama’ah .
m.  . Pahala yang diberikan allah kepada orang yang shaleh bukan karena allah terpaksa untuk memberinya dan bukan pula kewajibannya untuk membalas jasa orang tersebut. Begitu pula hukuman bagi orang yang durhaka, allah tidak terpaksa untuk menghukumnya dan tidak pula berkewajiban menghukumnya. Allah memberikan pahala kepada manusia karenan karunianya dan menghukum karena keadilannya.
n.    Kaum muslimin wajib meyakini adanya arasy, yaitu suatu benda yang sangat besar, di ciptakan allah dari nur, terletak ditempat yang tinggi dan mulia, yang tidak diketahui hakikat dan kebesarannya. Hanya allah yang mengetahuinya.
o.    Wajib menyakini adanya kursi tuhan, yaitu benda yang diciptakan oleh allah yang berdekatan dan berkaitan dengan arasy. Hakikat keadaannya hanya allah yang mengetahui. Kita hanya wajib mempercayai adanya.
p.    Wajib meyakini adanya qalam, yaitu benda yang diciptakan oleh allah untuk menuliskan sesuatu yang akan terjadi di Lauh Mahfuzh.  
5.      ‘aqliyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat rasional atau dibuktikan berdasarkan dalil ‘aqli.
6.      Sam’iyyat  yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang diinformasikan oleh Al-qur’an dan Hadits.
2)        Khilafiyah Al-asy’ari dan Al-Maturidi
Abu Manshur al-Maturidi dan Abu al-Hasan al-Asy’ari hidup pada masa yang bersamaan. Keduanya berupaya memperjuangkan hal yang sama, yaitu mengembalikan umat islam pada ajaran salaf yang saleh. Hanya saja keduanya hidup dilingkungan yang berbeda sehingga hasil dari keduanya pun tidak persis meskipun sama. Perbedaan diantara keduanya terlihat pada paradigma pemikiran dan kesimpulan. Al-Maturidi cenderung lebih rasional dan memberikan porsi yang lebih besar terhadap nalar daripada al-Asy’ari. Karena demikian menurut Abu Zahrah, golongan al-Maturidi memberikan peran besar terhadap nalar yang berlebih-lebihan sedangkan al-asy’ari hanya terbatas pada dali-dalil naqli yang memperkuatnya secara sunggug-sungguh, sehingga seseorang mudah mengambil kesimpulan bahwa madzhab al-Asy’ari berada pada garis Mu’tazilah, fiqih, dan hadits. Sedangkan madzhab al-Maturidi berada pada garis Mu’tazilah dan Asya’irah. Sebagian akar juga ada yang berpendapat bahwa al-Asy’ari menganut madzhab al-Syafi’i dan al-Maturidi menganut madzhab Hanafi.
Perbedaan pendapat kaum muslimin tidak hanya terjadi pada madzhab aswaja dan madzhab diluarnya namun juga pada sesama mengikut madzhab aswaja. Meskipun demikian perbedaan tersebut tidak sampai batas mengkafirkan dan membid’ahkan sesama golongan. Itulah yang membedakan aswaja dengan madzhab lainnya.
3)   Beberapa Masalah Khilafiyah antara Al-Asy’ari dan Al-Maturidi
1.      Sifat Allah
Al-Asy’ari mengikuti jejak Mu’tazilah dalam mengklasifikasikan sifat-sifat Allah dan dalam memakai shifat al-dzat dan shifat al-fi’li bagi Allah. Al-asy’ari membagi sifat Allah menjadi dua bagian yaitu shifat al-dzat (sifat yang menetapkan pada dzat Allah) yaitu sesuatu yang Allah mustahil memiliki sifat-sifat kebalikannya seperti kalam, iradat, dsb dan shifat al-fi’li (sifat yang merupakan perbuatan Allah) yaitu sifat yang tidak memiliki perlawanan. Menurut al-Asy’ari sifat ini adalah baru (haditsah) bagi Allah bukan sifat azaliyah (tidak berpermulaan).
Sedangkan menurut al-Maturidi sifat-sifat Allah baik yang berupa shifat al-dzat maupun shifat al-fi’li versi al-Asy’ari, bagi Allah sama-sama azaliyah (tidak berpermulaan). Perbedaan pendapat pada shifat al-dzat antara al-Maturidi dengan al-Asy’ari terletak pada pemaknaannya. Beberapa perbedaan pendapat lainnya yaitu :
Perbedaan pendapat mengenai shifat al-takwin (menciptakan)
Al-Maturidi
Al-Asy’ari
Adalah qadinah (tidak berpermulaan). Menurutnya al-takwin itu bukan objek yang diciptakan yang bersifat baru (al-mukawwan al-hadits.
al-takwin (penciptaan) adalah hakikat al-mukawwan (objek yang diciptakan) itu sendiri, dan keduanya sama-sama hadits (baru).
Perbedaan pendapat mengenai firman Allah yang berupa “kun (jadilah)
Al-Maturidi
Al-Asy’ari
Hal tersebut hanyalah kata kiasan (ungkapan majaz) dari kecepatan Allah dalam penciptaan.
“kun” adalah perkataan Allah yang sesungguhnya, bukan ungkapan dalam bentuk kiasan (majaz).
Perbedaan pendapar mengenai pendengaran Nabi Musa as terhadap kalam Allah.
Al-Maturidi
Al-Asy’ari
Pendengaran Musa sebenarnya terjadi melaui perantara suara yang diciptakan oleh Allah sebelum diciptakannya Musa as dan suara itu memang khusus untuk Nabi Musa as.
Nabi Musa as mendengar kalam Allah tanpa perantara.
Perbedaan pendapar mengenai metode penetapan ru’yat Allah ( penglihatan terhadap Allah kelak di akhirat).
Al-Maturidi
Al-Asya’ri
Berdasar pada dalil-dalil sam’iyah ( Al-qur’an dan Hadits ) mengenai mungkinnya melihat Allah.
Terdapat dalil-dalil rasional (‘aqli ) yang menetapkan mungkinnya melihat Allah kelak, yaitu bahwa segala sesuatu yang ada mungkin bisa dilihat.
Dalam menyikapi sifat-sifat khabiriyyah (sifat-sifat Allah yang terdapat pada Al-quran dan Hadits), kita dapati al-Asy’ari dan al-Maturidi sama-sama menciptakannya tanpa kaifiyyah (suatu proses). Akan tetapi bisa dikatakan bahwa al-Maturidi telah melangkah lebih jauh dari al-Asy’ari dalam kecendurangan terhadap ta’wil rasional yang dapat menafikan tempat tasybih (penyerupaan Allah terhadap makhluk-Nya). Meskipun al-Maturidi tidak memastikan penna;wilannya dengan suatu makna yang definitif , karena idak menutup kemungkinan adanya makna lain yang dikehendaki oleh Alah. Sementara al-Asy’ary menerima apa yang terdapat dalam Al-qur’an dan menolak semua macam ta’wil seperti mengatakan bahwa Allah ber-istiwa’ atas ‘Arasyi.
2.      Dalil Ma’rifat kepada Allah
Al-Asy’ari dan al-Maturidi berbeda pendapat mengenai dalil ma’rifat itu wajib berdasarkan dalil rasional saja atau berdasarkan dalil sya’i? Al-Syahrastani menyebutkan bahwa al-Asy’ari membedakan antara bagaimana ma’rifat itu dapai dicapai dan dalil apa yang melandasi wajibnya ma’rifat kita kepada Allah. Menurut al-Asy’ari semua keyakinan termasuk ma’rifat kepada Allah, hanya dapat dicapai melalui proses dalil ‘aqli. Menurut al-Maturidi tanpa dalil syar’i-pun tetap berkewajiban ma’rifat kepada Allah.
3.      Mewajibkan Sesuatu yang Tidak Mampu Dilakukan
Al-Asy’ari dan al-Maturidi berbeda pendapat mengenai bolehkah Allah mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dikerjakan (al taklif bi ma la yuthaq) oleh hamba-Nya? Menurut al-Asy’ari Allah boleh mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh hamba-Nya. Sedangkan menurut al-Maturidi, Allah tidak mungkin mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh hamba-Nya. Karena dunia ini diciptakan sebagai rumah ujian bagi hamba-Nya. Hal ini akan menjadi kenyataan apabila seorang hamba melakukan sesuatu berdasarkan pilihannya, sehingga ia akan mendapatkan pahala ketika melakukannya dan memperoleh siksa ketika meninggalkannya. Sedangkan ketika seorang hamba berada pada posisi tidak mungkin melakukan sesuatu, berarti ia memang dipaksa untuk tidak melakukannya, dan ia pun dimaafkan untuk tidak melakukannya.
4.      Teori al-Kasb
Al-Asy’ari dan al-Maturidi bersepakat bahwa semua perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, tetapi manusia yang melakukannya. Keduanya bersepat dalam banyak hal yang berkaitan dengan perbuatan manusia (al-kasb), seperti adanya qudrat Allah bersamaan perbuatan manusia dan ketidakpantasan qudrat terhadap dua hal yang saling berlawanan. Dalam memaparkan teori al-kasb  al-Asy’ari berpendapat, bahwa semua perbuatan ikhtiar  manusia terjadi berdasarkan qudrat Allah saja. Menurutnya perbuatan manusia terjadi karena ciptaan Allah, tetapi dilakukan oleh manusia. Yang dimaksud dilakukan oleh manusia tersebut adalah, perbuatan manusia itu bersamaan dengan qudrat dan iradat Allah, tanpa ada pengaruh dan intervensi dalam terjadinya perbuatan itu sendiri.
Sementara menurut al-Maturidi, kemampuan manusialah yang membuahkan perbuatan. Adanya kemampuan menyebabkan adanya perbuatan yang menjadi tujuannya. Disini tampak sekali bahwa menurut al-Maturidi, kemampuan manusia berpengaruh pada perbuatannya, akan tetapi pengaruh ini idak berlaku dalam hal mewujudkan dan menciptakan perbuatan tersebut. Karena menurutnya mewujudkan dan menciptakan hanya sifat yang dimilikimoleh Allah, kemampuan manusia hanya tergambar dalam rencana dan pilihannya untuk berbuat sesuatu.
5.      Iman
Al-Asy’ari dan al-Maturidi berbeda pendapat mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan iman, misalnya dalam soal ististna’ (mengucapkan insya Allah) dalam iman, al-Asy’ari mengatakan boleh. Maksudnya, menurut al-Asy’ari dan ahli hadits, seorang mukmin boleh mengatakan, “Saya seorang yang beriman insya Allah”. Al-Asy’ari juga berpendapat, bahwa iman dan islam memiliki objek makna yang berbeda. Sementara menurut al-Maturidi, istnistna’ dalam iman tidak boleh. Menurutnya iman dan islam memiliki satu objek yang sama.
6.      Kebahagiaan dan Kesengsaraan
Al-Asy’ari berpendapat bahwa kebahagian (sa’adah) dan kesengsaraan (syaqawah) tidak mungkin berubah. Orang yang bahagia dan sengsara, adalah orang yang telah ditetapkan bahagia sejak masih dalam rahim ibunya. Seseorang yang ditetapkan bahagia tidak akan berubah menjadi sengsara begitu juga sebaliknya.
 Sementara menurut al-Maturidi, kebahagian dan kesengsaraan dapat berubah, karena keduanya merupakan perbuatan manusia. Perubahan kebahagian dan kesengsaraan bukan mengubah apa yang telah tercatat di lauh mahfuzh.
B.  Karakteristik Aswaja dalam Bidang Fiqih
1.         Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Diahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H./699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H. bertepatan dengan lahirnya Imam Syafii Radhiyallahu anhu. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah an-Nu’man.
Mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-murid beliau, serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka, yang kesemuanya adalah hasil dari cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak. Karena itu mereka juga disebut mazhab Ahlur-Ra’yi masa Tâbi’it-Tâbi’în. Murid-murid Abu Hanifah antara lain adalah Abu Yusuf bin Ibrahim al-Anshari, Zufar bin Hujail bin Qais al-Kufi, Muhammad bin Hasan bin Farqad asy-Syaibani, Hasan bin Ziyad al-Lu’lu al-Kufi Maulana al-Anshari, dan banyak lagi yang lain.
Dalam bidang fikih, Abu Hanifah Radhiyallahu anhu belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah, dan banyak belajar pada ulama-ulama tabiin, seperti Atha’ bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibni Umar.
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah, kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur. Sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, India, Cina, dan sekitar 25,000 pengikut di Amerika Selatan. Mazhab Hanafi merupakan mazhab terbesar dengan 30% pengikut dari seluruh umat Islam dunia.Bukti-bukti perkembangan mazhab ini ditandai dengan beberapa hal, seperti menjadi mazhab resmi dinasti Abbasiyyah selama 500 tahun. Banyak ulama dari mazhab ini yang dilantik jadi hakim, Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan asy-Shaybani. Mazhab ini juga menjadi mazhab rasmi kerajaan Utsmaniyyah.
2.         Mazhab Maliki
Mazhab Maliki merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia. Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 H. / 712 M. di Madinah. Selanjutnya di kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik.
Imam Malik terkenal sebagai imam dalam bidang Hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.Imam Malik belajar kepada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur-Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibni Umar dan Ibnu Syihab az-Zuhri. Adapun yang menjadi gurunya dalam bidang fikih ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam negeri Hejaz, tokoh terkemuka bidang fikih dan Hadis. Di antara ulama-ulama Mesir yang berkunjung ke Medinah dan belajar kepada Imam Malik ialah Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim, Abu Abdillah Abdur Rahman bin Qasim al-Utaqy, Asyhab bin Abdul-Aziz al-Qaisi, Abu Muhammad Abdullah bin Abdul-Hakam, Asbagh bin Farj al-Umawi, Muhammad bin Abdullah bin Abdul-Hakam, Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad al-Iskandari.
Awal mulanya mazhab Maliki tersebar di Madinah, kemudian mazhab ini banyak dianut oleh penduduk Tunisia, Maroko, al-Jazair, Bahrain, Kuwait, Mesir Atas dan beberapa daerah Afrika. Mazhab ini menjadi dasar hukum Arab Saudi. Mazhab ini diperkirakan dianut oleh sekitar 15% umat Muslim dunia.
3.         Mazhab Syafi’i
Mazhab ini dibangun oleh al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafii, seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Gaza tahun 150 H., bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah Radhiyallahu anhu. Guru Imam Syafii yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Makkah. Imam Syafii sanggup hafal al-Qur’an pada usia 9 tahun. Setelah beliau hafal al-Qur’an, barulah mempelajari bahasa dan sastra, kemudian beliau mempelajari Hadis dan fikih.
Mazhab Syafii terdiri dari dua macam, berdasarkan atas masa dan tempat beliau bermukim. Yang pertama dikenal dengan Qaul Qadîm, yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu Imam Syafii hidup di Irak. Yang kedua ialah Qaul Jadîd, yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir. Keistimewaan Imam Syafii dibanding dengan imam mujtahidin yang lain adalah bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fikih dengan kitabnya ar-Risâlah. Dan kitabnya dalam bidang Fikih yang menjadi induk dari mazhabnya ialah al-Umm.
Sahabat-sahabat (murid-murid) asy-Syafii yang berasal dari Irak antara lain Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid bin Yaman al-Kalabi al-Bagdadi, Ahmad bin Hanbal (yang menjadi Imam Mazhab keempat), Hasan bin Muhammad bin Shabah az-Za’farani al-Bagdadi, Abu Ali al-Husain bin Ali al-Karabisi, Ahmad bin Yahya bin Abdul Aziz al-Bagdadi. Adapun sahabat-sahabat beliau yang dari Mesir antara lain adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaithi al-Mishri, Abu Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzanni al-Mishri, Rabi’ bin Abdul-Jabbar al-Muradi, Harmalah bin Tahya bin Abdullah at-Tayibi Yunus bin Abdul A’la ash-Shadafi al-Mishri, Abu Bakar Muhammad bin Ahmad.
Mazhab Syafii sampai sekarang dianut oleh umat Islam di Libia, Mesir, Indonesia, Filipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo Cina, Sunni-Rusia dan Yaman. Penyebarluasan pemikiran mazhab Syafii berbeda dengan mazhab Hanafi dan mazhab Maliki, yang banyak dipengaruhi oleh kekuasaan kekhalifahan. Pokok pikiran dan prinsip dasar mazhab Syafii terutama disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya.
Imam Syafi’i terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam. Ushul Fikih (atau metodologi hukum Islam) baru lahir setelah Imam Syafii menulis ar-Risâlah. Dari mazhab ini berbagai ilmu keislaman telah bersemi berkat dorongan metodologi hukum Islam yang dikembangkan oleh para penerusnya. Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang dituntut oleh mazhab Syafii, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia Islam yang menjadi pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap keseluruhan mazhab-mazhab Sunni di bidang mereka masing-masing. Saat ini, mazhab Syafii diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam dunia, dan merupakan mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah mazhab Hanafi.
4.         Mazhab Hanbali
Pendiri Mazhab Hanbali ialah al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal az-Zahili asy-Syaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain Siria, Hejaz, Yaman, Kufah dan Basrah. Beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 Hadis dalam kitab Musnad-nya.
Ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Ahmad bin Hanbal antara lain adalah Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan nama al-Atsram, Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al-Marwazi, Ishaq bin Ibrahim yang terkenal dengan nama Ibnu Ruhawaih al-Marwazi dan termasuk ashhâb Ahmad terbesar, Muwaquddin Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Syamsuddin Ibnu Qudaamah al-Maqdisi, Syaikhul-Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Taimiyah, Ibnul Qaiyim al-Jauziyah, dan lain-lain.
Mazhab Hanbali awalnya berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad 12, mazhab Hanbali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz as-Su’udi. Saat ini mazhab Hanbali menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak
C.  Karakteristik Aswaja dalam Bidang Tasawuf
Tasawuf merupakan ungkapan pengalaman keagamaan yang bersifat subjektif dari seseorang dalam menanggapi  mendekatkan diri kepada Allah dengan menitikberatkan pada aspek pemikiran dan perasaan. Bahkan tasawuf banyak juga menyinggung akan penyatuan diri dengan Tuhan serta  menjalankan konsep zuhud di dunia. Akan tetapi Secara umum dapat dikatakan bahwa tasawuf itu merupakan usaha akal manusia untuk memahami realitas dan akan merasa senang manakala dapat sampai kepada Allah SWT. Artinya, orang yang melakukan tasawuf  akan mengalami ketenangan pada dirinya. Karena hal itu telah dijamin oleh Allah didalam al-Qur’an bahwasanya ketika mengingat Allah. Maka ia akan mengalami ketenangan dalam hatinya. Apalagi didalam Tasawuf terdapat ajaran-ajaran yang menuntut agar ia selalu ingat kepada Allah, agar ia bisa menyatu denganNya.
1.    Tasawuf menurut Junayd al-Baghdadi
Sebelum ajaran tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi, terdapat Pandangan-pandangan para sufi cukup radikal, memancing para yuris (fukaha) atau ahli fikih untuk mengambil sikap. Sehingga muncul pertentangan antara para pengikut tasawuf dan ahli fikih. Ahli fikih memandang pelaku tasawuf sebagai orang-orang zindik, yang mengaku Islam tapi tidak pernah menjalankan syariatnya. Hal ini karena, banyak pelaku tasawuf yang secara lahir meninggalkan tuntunan-tuntunan syari’at. Sebaliknya, tokoh zuhud-tasawuf memandang tokoh-tokoh fikih sebagai orang-orang yang hanya memperhatikan legalitas suatu persoalan, banyak penyelewengan dilakukan untuk mendapatkan hal-hal yang sebenarnya dilarang.
Dari adanya hal itu, Al-Junayd al-Baghdadi memberikan penegasan lebih lanjut akan pentingnya amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menurut al-Junayd,  tasawuf adalah pengabdian kepada Allah dengan penuh kesucian. Oleh karena itu, barang siapa yang membersihkan diri dari segala sesuatu selain Allah, maka ia adalah sufi.
Karena penekanan pada aspek amaliah inilah, maka tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi terkesan berusaha menciptakan keseimbangan antara syari’at dan hakikat. Ini merupakan kecenderungan yang berbeda sama sekali dengan tasawuf yang berorientasi pada pemikiran atau falsafah. syari’at yang tidak diperkuat dengan hakikat akan tertolak, demikian pula hakikat yang tidak diperkuat dengan syari’at juga akan tertolak. Syari’at datang dengan taklif kepada makhluk sedangkan hakikat muncul dari pengembaraan kepada yang Haq (Allah). Hal itu berarti kedekatan kepada Allah dapat dicapai manakala orang telah melaksanakan amaliah lahiriah berupa syari’at dan kemudian dilanjutkan dengan amaliah batiniah berupa hakikat.
Pemikiran Al-Junayd  beraliran salaf. la tidak bersikap radikal dalam menghadapi setiap persoalan. la lebih berkonsentrasi pada ajaran tasawufnya yang bersandarkan pada Al Quran dan Hadis.  Hal itu dapat dilihat pada pemikirannya yang disesuaikan dengan firman Allah:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah engkau lupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah engkau berbuat kerusakan di bumk Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Surah AI-Qashash : 77).
Dimana, pada umumnya orang memahami Zuhud sebagai sikap hidup para sufi yang meninggalkan kebahagiaan duniawi. Mereka membekali diri untuk mengejar kehidupan dan kebahagiaan akhirat semata, seolah tidak peduli dengan urusan duniawi atau urusan orang lain di sekitarnya. Jangankan urusan duniawi orang lain, untuk kebutuhan hidupnya sendiri pun terkadang ia tidak  terlalu peduli.
Karena diakui atau tidak bahwasanya Tasawuf sebenarnya telah ada sejak Rasulullah, akan tetapi Rasulullah tidak secara langsung menyebutkannya dengan tasawuf secara gamlang. Hal itu dapat terlihat dari pola hidup serta tata cara beliau dalam segala bentuk hidupnya yang menampilkan dengan penuh kesederhanaan. Namun pada perkembangan selanjutnya tasawwuf  mengalami kemajuan yang dikembangkan oleh masing-masing tokoh tasawuf  dengan model masing-masing.
Begitu halnya mengenai masalah hulul dan ittihad yang tetap melandasinya dengan apa yang terdapat didalam ajaran al-Qur’an dan hadis. Artinya tasawuf  Junaid  al-Baghdady ini tetap memandang bahwa pentingnya syariat demi mencapai akhirat. Dimana, ajaran tasawuf al-Junaid ini sama dengan ajaran tasawuf Al-Muhibbi yang memberi tekanan besar pada disiplin diri  atau lebih sepesifik pada disiplin kalbu. Ia memperjelas antara  orientasi ukrawi dan moralitas.
Dari ajaran tasawuf  Al-Junayd al-Baghdadi ini sangat jelas bahwasanya, orang sufi itu tetap diwajibkan menjalankan syari’at untuk mencapai kehadirat Ilahi Rabbi. Tanpa menjalankan syari’at, seseorang tidak akan sampai kepada Allah SWT.
2.      Tasawuf menurut Al- Ghazali
Dalam bidang tasawuf Al- Ghazali berusaha meletakkan kembali posisi tasawuf ke tempat yang benar menurut syari’at Islam. Al-Ghazali membersihkan ajaran tasawuf dari pengaruh faham-faham asing yang masuk mengotori kemurnian ajaran Islam. Pada saat itu banyak yang beranggapan bahwa seorang ahli tasawuf yang tidak beri’tikad dangan faham di atas, maka sebenarnya tidak pantas diberi gelar sebagai ahli tasawuf Islam. Sehingga sebagian orientalis Barat terpengaruh dengan pendapat ini. Contoh-nya Nicholson, ia berpendapat, “Al-Ghazali tidak termasuk dalam golongan ahli tasawuf Islam, karena ia tidak beri’tikad dengan wihdat al-wujud”.
Dalam usaha pembersihannya tersebut, Al Ghazali mengawali kitabnya Ihya ‘Ulumiddin dengan pembahasan faraidh al-Diniyah, kemudian diikuti dengan pembahasan Nawafil dan selanjutnya baru diikuti dengan cara-cara yang sepatutnya diikuti untuk sampai ke martabat yang sempurna. Ketertarikan Al-Ghazali pada tasawuf tidak saja telah membuatnya memperoleh pencerahan dan ketenangan hati. Lebih jauh lagi, justru dia memiliki peran yang cukup signifikan dalam peta perkembangan tasawuf selanjutnya. Jika pada awal pembentukannya tasawuf berupaya menenggelamkan diri pada Tuhan dimeriahkan dengan tokoh-tokohnya seperti Hasan Basri (khauf), Rabi`ah Al-Adawiyah (hub al-ilah), Abu Yazid Al-Busthami (fana`), Al-Hallaj (hulul), dan kemudian berkembang dengan munculnya tasawuf falsafi dengan tokoh-tokohnya Ibn Arabi (wahdat al-wujud), Ibn Sabi`in (ittihad), dan Ibn Faridl (cinta, fana’, dan wahdat at-shuhud) yang mana menitikberatkan pada hakikat serta terkesan mengenyampingkan syariah, kehadiran Al-Ghazali justru telah memberikan warna lain; dia telah mampu melakukan konsolidasi dalam memadukan ilmu kalam, fiqih,dan tasawuf yang sebelumnya terjadi ketegangan.
Peran terpenting yang di pegang al-Ghazali terjadi pada abad ke lima hijriyah. Pada saat itu terjadi perubahan yang jauh oleh para sufi. Banyak dari mereka yang tenggelam dalam dunia kesufian dan meninggalkan syariat.
Kampanye al-Ghazali dalam mengembalikan tasawuf pada jalan aslinya yaitu tidak menyimpang dari nash dan sunah Rasul telah membawa perubahan besar pada zamannya. Ia berpendapat bahwa seorang yang ingin terjun dalam dunia kesufian harus terlebih dahulu menguasai ilmu syariat. Karena praktek-praktek kesufian yang bertentangan dengan syariat islam tidak dapat dibenarkan. Menurut al-Ghazali tidak seharusnya antara syariat dan tasawuf terjadi pertentangan karena kedua ilmu ini saling melengkapi.
Dalam kitabnya Ihya’ U’lum al-Din al-Ghazali menjelaskan dengan detail hubungan antara syariat dengan tasawuf. Ia memberikan contoh praktek syariat yang kosong akan nilai tasawuf (hakikat) maka praktek itu tidak akan diterima oleh Allah dan menjadi sia-sia. Sebaliknya praktek tasawuf yang meninggalkan aturan syariat islam maka praktek itu akan mengarah pada bid’ah. Ibarat syariat adalah tubuh maka nilai-nila tasawuf adalah jiwanya sehingga antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Konsep Ma’rifat al-Ghazali
Konsep ma’rifat merupakan bagian dari finalitas maqomat seorang sufi. Setelah seorang sufi melewati berbagai maqom mulai dari taubah, wira’i, zuhud, faqru, sabar, tawakal, dan ridho maka sampailah ia pada satu tsamroh atau hasil dari perjalanan kesufian tersebut. Tsamroh itulah yang dalam kitab Ihya’ U’lum al-Din di namakan dengan mahabatullah.
Keterikatan antara ‘mahabbah’ dan makrifat dalam pemikiran sufisme amat erat seolah sepasang kembar yang tak dapat dipisahkan baik subtansi maupun sifat-sifatnya. Dari makrifat lahir mahabbah, cinta. Tiada pengenalan yang tidak melahirkan cinta. Ini berlaku dalam setiap taraf spritual.
Menurut al-Ghazali proses mengenal Allah tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakn akal sebagaimana yang diyakini oleh para kaum filsafat. Al-Ghazali mengaatakan bahwa pengenalan Allah dengan dhauq atau perantara intuitif (batini) akan lebih dapat memberikan keyakinan dan ketenangan spiritual dari pada hanya sebatas bersandar dengan akal.
Proses ma’rifat (pengenalan) seseorang kepada tuhannya untuk mencapai mahabbah berbeda-beda. Al-Ghazali membagi kelompok orang-orang yang sampai pada tingkat ma’rifat dan mahabbah kepada dua tingkatan yaitu pertama tingkatan seseorang yang kuat dalam ma’rifat. Dia adalah seseorang yang menjadikan Tuhan sebagai awal ma’rifatnya dan kemudian dengan ma’rifat itu ia mengenal segala sesuatu yang selain Tuhan. Kedua adalah tingkatan seseorang yang lemah ma’rifatnya. Yaitu seseorang yang bermula dengan mengenal ciptaan Tuhan kemudian dengan ma’rifatnya ia mengenal Tuhan.
Untuk sampai pada mahabbah dan ma’rifat yang sempurna kepada Tuhan tentunya seorang sufi terlebih dahulu harus melewati berbagi maqom dan melewati batas fana’. Fana’ merupakan satu istilah yang menggambarkan seorang sufi yang telah melakukan proses takhalli dan tahalli. Seorang yang mencintai Tuhan akan berusaha bertakhalli atau membersihkan diri dan jiwa dari segala macam sifat yang dibenci oleh Tuhan. Begitu juga sebaliknya setelah seorang sufi melakukan tahkalli (pembersihan) maka ia akan mengisi hidupnya dengan sifat-sifat yang dicintai oleh Tuhan atau bertahalli.
Finalitas dari sebuah mahabbah dan ma’rifat yang sempurna adalah terbukanya hijab dan terjadinya tajalli atau penampakan Tuhan pada makhluknya. Seorang yang telah sampai pada maqom ini akan merasa hidupnya terpenuhi oleh cahaya Tuhan. Bahkan terkadang saat berada dalam kondisi sakran (mabuk) seseorang akan mengeluarkan ucapan-ucapan teopatis atau dalam istilah tasawuf syatotoh. Yang menarik dari konsep ma’rifat al-Ghazali adalah penolakannya pada konsep-konsep tokoh sufi sebelum al-Ghazali seperti Abu Yazid dengan konsep ittihad, al-Hallaj dengan konsep hulul, ibn Arabi dengan konsep wahdah al-wujud.
Menurut al-Ghazali paham tersebut berkecenderungan ke arah ketuhanan yang bercorak panteistis-imanenis yang menggambarkan Tuhan sebagai Dzat yang imanen dalam diri manusia. Al-Ghazali melihat itu semua sebagai paham yang akan merusak konsep tauhid yang menjadi ciri khas dogma teologi dalam Islam.
Dalam bukunya, al-Munqidz, ia melihat rumusan mengenai kedua konsepsi ini sebagai khayalan semata. Katanya, “… sampailah ia ke derajat yang begitu dekat dengan-Nya sehingga ada orang yang mengiranya sebagai hulul, ittihad atau wushul. Semua persepsi itu adalah salah belaka. … barang siapa mengalaminya, hendaklah hanya mengatakan bahwa itu suatu hal yang tak dapat diterangkan, indah, baik, utama, dan jangan lagi bertanya.”
Dengan batasan ini, bisa dilihat bahwa al-Ghazali mempertahankan keyakinan mengenai Tuhan sebagai Dzat yang transenden. Artinya Tuhan adalah Dzat yang mengatasi dan berbeda dengan manusia : Ada perbedaan mendasar antara Tuhan dan makhluk (manusia) secara jelas dalam pandangan al-Ghazali.
Akan tetapi penolakan al-Ghazali terhadap hulul dan ittihad di atas tidak otomatis merupakan penolakannya pada pengalaman orang-orang yang telah mencapai maqom ma’rifat. Bagi al-Ghazali, pengalaman itu benar adanya. Kaum `arifun, setelah pendakiannya ke langit hakekat, sepakat bahwa mereka tak lagi melihat dalam wujud ini kecuali Tuhan.
Adapun ucapan al-Hallaj ana al-Haq, dan ucapan-ucapan tokoh sufi lainnya yang dianggap aneh dan menyesatkan sebenarnya hanyalah merupakan kata-kata teopatis atau syafahat. Ia merupakan ucapan yang terlepas di bawah kontrol kesadaran seseorang saat ia berada dalam keadaan mabuk (sakran) akan cinta Tuhan. Ucapan-ucapan itulah yang selanjutnya di sebut sebagai ajaran-ajaran ittihad, hulul dan wihdatul wujud.
Menurut dia, ilmu sejati atau ma’rifat sebenarnya adalah mengenal Tuhan. Mengenal Hadrat Rububiyah. Wujud Tuhan meliputi segala Wujud. Tidak ada yang wujud, melainkan Tuhan dan perbuatan Tuhan. Tuhan dan perbuatannya adalah dua, bukan satu. Itulah koreksi al-Ghazali atas pendirian al-Hallaj dan ulama sufi lainnya. Wujudnya ialah kesatuan semesta (wihdatul wujud). Alam keseluruhan ini adalah makhluk dan ayat (bukti) tentang kekuasaan dan kebesaran-Nya. Sedangkan penglihatan akan Tuhan melalui alam dan makhlukNya adalah sebatas tajalli atau penampakan akan keberadaan Tuhan bukan berarti Tuhan menyatu dengan alam apalagi mengalami perstuan ke dalam tubuh manusia.
Penyebaran ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Al Ghazali adalah salah satu ulama’ dan juga sufi yang terkenal di dunia. Hal ini disebabkan salah satu faktornya adalah karangan kitab beliau yang terkenal dengan nama Ikhya’ Ulumuddin (Menghidupkan ilmu-ilmu agama). Dalam kitab ini pembahasannya dibagi menjadi empat bab dan masing-masing dibagi lagi menjadi 10 pasal, yaitu:
Pada bab pertama: tentang Ibadah (rubu’ al – ibadah). Bab kedua: tentang adat istiadat (rubu’ al – adat). Bab ketiga: tentang hal -hal yang mencelakakan (rubu’ al – muhlikat). Sedangkan bab yang keempat: tentang maqamat dan ahwal (rubu’ al – munjiyat). Namun yang menjadi isi pokok pada kitab tersebut adalah ikhlas dengan tauhid Allah dan Ikhlas menjalankan tauhid Allah. Namun yang menjadi kekurangannya adalah al ghazali tidak membahas tentang jihad dalam kitab tersebut, padahal pada saat itu dalam keadaan perang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang  berdasarkan pada al-quran dan hadis. Begitu banyak keistimewaan yang terdapat dalam aswaja, beberapa karakteristik aswaja yang membedakan ajaran aswaja dengan aliran lainnya adalah dalam bidang akidah (terdiri dari al-Asy’ari dan al-Maturidi), bidang fiqih (terdiri dari mazhab Maliki, Hanbali, Syafi’i, dan Hanafi), dan bidang tasawuf (terdiri dari Al-Junayd al-Baghdadi dan al-Ghazali).

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Idris Ramli, Pengantar Sejarah AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH,  2012. Surabaya: Khalista.

1 komentar:

  1. Casinos in Malta - Filmfile Europe
    Find the 바카라사이트 best Casinos in Malta including bonuses, games, games febcasino.com and the history of games. filmfileeurope.com We 토토 cover all 출장안마 the main reasons to visit Casinos in

    BalasHapus