


KARAKTERISTIK ASWAJA
Resume untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama 2 (Aswaja)
Dosen Pengampu: NUR ROHMAN, S.Pd., M.Si.
Disusun
oleh :
1. Hardianti Nurul Afifah (151120001568)
2. Tutut Elyana (151120001572)
3. Elinda
Dyah Evisa (151120001574)
4. Tri
Nur Cahyati (151120001618)
Prodi:
Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM
NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA
Jl.
Taman Siswa (Pekeng) Tahunan Jepara 59427
Telp.
(0291) 595320 email: FEB@UNISNNU.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah
SWT, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya-lah maka kami bisa
menyelesaikan makalah Karakteristik Aswaja ini dengan tepat waktu. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Serta terima kasih kepada bapak Nur Rohman, S.Pd.,
M.Si. sebagai dosen pengampu mata kuliah
agama II, dan pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah
ini.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah,
semoga dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna lebih mengetahui apa
dan bagaimana karakteristik Aswaja (Ahlussunnah waljama’ah).
Kami menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan di masa yang
akan datang. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aswaja sangat perlu
dipelajari karena Aswaja termasuk ajaran orang-orang Islam secara keseluruhan
dan sebagai bekal untuk pedoman hidup dalam sehari-hari. Aswaja adalah suatu
golongan yang menganut syariat islam yang
berdasarkan pada al-quran dan hadis. Aswaja sebagai bagian dari kajian
keislaman merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proposional, bukannya
semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang
mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran
teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi suatu
masalah teori pada masanya dan mempunyai sikap. Aswaja memiliki karakteristik
yang berbeda dengan ajaran-ajaran lain. Karakteristik adalah ciri-ciri atau
ciri khas yang membedakan antara satu hal yang satu dengan hal yang lain.
Disini kami akan membahas mengenai karakteristik Aswaja dalam bidang akidah,
fiqih, dan tasawuf.
B.
Pembahasan
Dalam resume ini akan dibahas
1. Karakteristik Aswaja dalam Bidang Akidah
2. Karakteristik Aswaja dalam Bidang Fiqih
3. Karakteristik Aswaja dalam Bidang Tasawuf
C.
Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami karakteristik Aswaja dalam Bidang Akidah.
2. Untuk memahami karakteristik Aswaja dalam Bidang Fiqih.
3. Untuk memahami karakteristik Aswaja dalam Bidang Tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Aswaja dalam Bidang Aqidah
1)
Akidah Ahlusunnah
Wal-Jama’ah
Ada beberapa istilah yang perlu
diketahui dalam kajian akidah ahlusunnah wal-jama’ah. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Ilahiyyat (ketuhanan) yaitu bahasan yang berkenaan dengan Tuhan
dan sifat-sifat-Nya.
a.
Iman
adalah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati. Iman yang sempurna
ialah pengakuan dengan lisan, pembenaran dengan hari, dan pengamalan dengan
anggota badan.
b.
Tuhan
itu ada (Allah). Dia memiliki 99 nama yang dikenal dengan nama al-Asma’ al-Husna.
c.
Allah
memiliki sifat-sifat jalal (kebesaran),
sifat-sifat jamal (keindahan), dan
sifat-sifat kamal (kesempurnaan).
d. Sifat-sifat
allah yang wajib diketahui oleh setiap mukmin yang baligh dan berakal ada 20
sifat wajib allah dan 20 sifat yang mustahil bagi-nya,serta satu sifat yang
jaiz (wajib ada) bagi allah. Kedua puluh sifat tersebut adalah :
(1)
Wujud,
artinya allah itu wajib ada, dan mustahil allah bersifat ‘adam (itu tidak ada)
(2)
Qidam,
artinya tidak bermulaan, dan mustahil allah itu bersifat hudust (wujud-Nya ada
permulaannya)
(3)
Baqa’
artinya tidak ada akhirnya, dan mustahil allah itu bersifat fana’ (akan binasa
atau wujudnya allah ada akhirnya)
(4)
Mukhaalfatu lil-hawaditsi, artinya berbeda dengan semua makhluk-nya, dan mustahil allah itu
bersifat mumatsalatu lil-hawaditsi (menyerupai makhluk-nya)
(5)
Qiyamuhu bi-nafsihi, artinya berdiri sendiri dan mustahil allah itu butuh kepada
makhluk-nya (Qiyamuhu bi-ghairihi)
(6)
Wahdaniyat, artinya bersifat esa, dan mustahil allah itu bersifat ta’addud
(banyak dan berbilangan)
(7)
Qudrat,
artinya kuasa, dan mustahil allah itu bersifat ‘Ajzun (lemah)
(8)
Iradat,
artinya menentukan sendiri dengan kehendak-nya, dan mustahil allah itu bersifat
karahah (dipaksa oleh selain-nya)
(9)
‘Ilmu, artinya tahu, dan
mustahil allah itu bersifat jahlun (bodoh)
(10)
Hayat,
artinya hidup, dan mustahil Allah itu bersifat mautun (mati)
(11)
Sama’
artinya mendengar, dan mustahil allah itu bersifat bakam (tuli)
(12)
Bashar,
artinya melihat, dan mustahil allah itu bersifat ‘ama (buta)
(13)
Kalam,
artinya berkata, dan mustahil allah itu bersifat shamam (bisu)
(14)
Kaunuhu qadiran, artinya allah itu maha kuasa, dan mustahil kaunuhu ‘Ajizan (lemah dan
tidak berkuasa)
(15)
Kauhunu muridan, artinya allah itu maha berkehendak, dan musthail
kaunuhu mukrahan (dipaksa oleh selain-nya)
(16)
Kaunuhu ‘aliman, artinya allah itu maha mengetahui, dan mustahil kunuhu jahilan ( maha
bodoh)
(17)
Kaunuhu hayyan, artinya allah itu maha hidup, dan mustahil kaunu mayyitan (maha
mati).
(18)
Kaunuhu sami’an, artinya allah itu maha mendengar, dan mustahil kaunuhu abkam (maha
tuli)
(19)
Kaunuhu basiran, artinya allah itu maha melihat, dan mustahil kaunuhu A’ma (maha
buta).
(20)
Kaunuhu Mutakaliman, artinya allah itu maha berkata, dan mustahil kaunuhu ashamma (maha
bisu).
e. Sifat
yang jaiz (boleh) bagi allah hanya ada satu, yaitu fi’lu kulli mumkinin au
tarkuhu (melakukan segala sesuatu yang mungkin atau meninggalkannya).
f. Allah ada tanpa tempat dan tanpa dilalui oleh
waktu.
g. Ahlussunnah
Wal-Jama’ah mempercayai adanya Qadha’ (hukum) dan Qadar (ketentuan) allah,
yaitu takdir ilahi. Takdir tersebut meliputi hal-hal berikut:
(1)
Semua kejadian di dunia sudah ada
dalam Qadla’ Allah yaitu hukum Tuhan pada azal, bahwa hal tersebut akan
terjadi.
(2)
Semua kejadian di dunia ini, baik
dan buruknya, semuanya adalah diciptakan oleh allah. Dan kita umat manusia hanya wajib beriktiar
dan berusaha.
(3)
Pahala yang diberikan allah kepada
manusia adalah karena karunia-Nya dan hukuman yang diberikan kepada manusia
adalah karena keadilan-Nya.
h. Allah
bersama nama-Nya dan sifat-sifatnya adalah Qadim (tidak bermulaan), karena nama
dan sifat itu menatap pada Dzat yang Qadim. Oleh karena itu, semua sifat tuhan
adalah Qadim, Tidak ada permulaanya.
i. Al-qur’an
al-Karim adalah kalam Allah yang Qadim. Sedangkan yang tertulis dalam Mushhaf,
yang berupa huruf dan suara adalah gambaran dari kalam allah yang qadim. Oleh
karena itu, al-Qur’an al-Karim dikatakan Qadim, dan tidak boleh dikatakan
Hadits (baru) atau makhluk.
j. Nama
Tuhan itu tidak boleh dibuat-buat oleh siapapun. Nama tuhan itu ditetapkan
berdasarkan dalil Al-Qur’an, sunnah dan Ijma’ ulama. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari, al-Tirmidzi dan lain-lain, nama tuhan itu ada 99
nama. Barangsiapa yang menghafalnya diluar kepala, maka akan dijamin masuk
surga.
k. Allah
dapat dilihat oleh penduduk surga dengan mata kepala, bukan dengan mata hati.
Tetapi ingat, jangan sampai berkeyakinan bahwa allah itu ada di dalam surga.
Karena yang ada di dalam surga adalah penduduk surga yang melihat-Nya. Allah
Maha suci dari tempat.
l. Pada
waktu di dunia, tidak ada manusia yang dapat melihat allah, kecuali nabi
muhammad pada malam mi’raj di sidrat
al-muntaha. Tapi ingat, bahwa allah idak bertempat di Sidrat al-Muntaha. Yang
bertempat di situ, adalah nabi ketika melihat-Nya. Allah maha suci dari tempat.
2.
Nubuwat (kenabian) yaitu bahasan yang berkenaan dengan
kenabian, para nabi dan sifat-sifat mereka.
a.
Mengutus para rasul adalah suatu
karunia Allah kepada umat manusia untuk menunjukkan jalan yang lurus bagi
mereka. Allah tidak berkewajiban mengutus para rasul tersebut.
b.
Nabi yang pertama kali diutus oleh
allah dan dibekali dengan wahyu dan hukum-hukum syari’at adalah nabi adam, ayah
umat manusia. Sedangkan nabi terakhir dan penutup adalah nabi Muhammad.
c.
Di dalam Al-Qur’an allah
menyebutkan ada 25 nabi dan rasul yang
diyakini oleh setiap muslim. Mereka adalah Nabi Adam, Nabi Idris , Nabi Nuh,
Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi Ibrahim, Nabi luth, nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi
Ya’qub , Nabi Yusuf, Nabi Syu’aib, Nabi Ayyub, Nabi Dzul Kifli, Nabi Musa, Nabi
Harun, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Ilyas, Nabi Ilyasa’, Nabi Yunus, Nabi
Zakaria, Nabi Yahya, Nabi Isa dan Nabi Muhammad.
d.
Perbedaan terpenting antara Nabi
Muhammad dengan nabi-nabi sebelumnya adalah kalau nabi-nabi sebelumnya oleh
Allah diutus kepada kaumnya saja. Sedangkan Nabi Muhammad diutus kepada seluruh
umat manusia, jin dan malaikat.
e.
Setiap muslim wajib mengetahui dan
meyakini bahwa nabi muhammad lahir di mekkah. Sesudah berusia 40 tahun,
beliau diangkat sebagai rasul dan
ayat-ayat al-Qur’an diturunkan kepada beliau secara berturut-turut selama 23
tahun.
f.
Sesudah 13 tahun menjadi Rasul,
beliau berhijrah ke Madinah, Menetap di sana dan wafat disana.
g.
Beliau wafat sesudah melakukan
tugas selama 23 tahun dalam usia 63 tahun. Makam nabi muhammad ada di Madinah
di lingkungan Masjid Nabawi sekarang, setiap Muslim boleh dab bahkan dianjurkan
menziarahinya.
h.
Nabi Muhammad adalah manusia
seperti kita, bukan malaikat. Beiau juga makan, minum, tidur, menikah dan
mempunyai keturunan seperti kita layaknya manusia biasa.
i.
Namun demikian, Kemanusiaan beliau
adalah luar biasa, ruhaniyah dan jasmaniyah beliau luar biasa kuatnya, karena
wahyu ilahi diturunkan kepada beliau, yang seandainya diturunkan kepada bukit,
niscaya bukit itu akan hancur lebur. Srandaniyan beliau diumpamakan dengan
batu, maka beliau adalah batu permata, dan manusia yang lain bagaikan batu
krikil biasa. Sama-sama batu, tetapi yang satunya lebih tinggi nilainya, lebih
kuat dan lebih mahal harganya.
j.
Ahlussunnah Wal-jama’ah menganggap
bahwa meskipun Nabi Muhammad itu manusia sperti kita, tetapi beliau adalah
Sayyid al-Khalaq, Makhluk Allah yang paling mulia dibanding Makhuk yang lain.
k.
Nasab nabi dari jalur ayah adalah,
Muhammad bin Abdullah bin abdul muthalib bin hasyim, bin abdi manaf, bin
qhusain, bin kilap bin murrah, bin ka’ap, bin lu’ay, bin ghalib,bin fihir, bin
malik, bin nazhar, bin kinanah, bin khuzaimah, bin mudrika, bin ilyas, bin
mudhar, bin nizar, bin ma’ad, bin adnan. Dari jalur ibu adalah Muhammad bin
aminah, binti wahab, bin abdi manaf, bin zuhrah, bin kilab ( kakek nabi yang
keenam dari jalur ayah).
l.
Istri-istri nabi Muhammad mulai
dari menikah hingga wafatnnya adalah ummul mukminin khadijah binti khuwailid,
‘aisyah binti abi bakar al-shiddiq, hafshah binti umar, ummu salamah binti abi
umayyah, ummu habibah binti abu sufyan, saudah binti zam’ah, zainab binti
jahasy, zainab binti khuzaimah, maiumnan binti al-harist, juwairiyah binti
al-harits, dan shafiyyah binti huyah ;radhiyallahu ‘anhunnah.
m.
Putra-putri nabi Muhammad adalah
Zainab,Ruqayyah,Ummu kultsum, siti Fatimah, Qasim,Adullah dan Ibrahim.
n.
Nabi Muhammad isra’ (melakukan
perjalanan di malam hari) dari Mekkah ke
Baitul Muqqaddas di palestina. Lalu mi’raj ke sidratul Muntaha pada tanggal 27
rajab dan kembali malam itu juga ke dunia (Mekkah) dengan membawa perintah
sholat lima kali dalam sehari semalam. Beliau melakukan isra’ dan mi’raj dengan
tubuh dan ruhnya.
o.
Nabi Muhammad diangkat sebagai
nabi lebih dulu dari nabi-nabi yang lain, yaitu ketika Nabi adam masih
terbaring disurga dan belum diberi jiwa(ruh). Karena itu, beliau adalah nabi yang pertama kali diangkat,tetapi
terakhir kali lahir ke dunia.
p.
Nabi Muhammad akan member syafa’at
(bantuan) nanti di akhir kepada seluruh manusia. Syafa’at beliau nanti
bermacam-macam, di antarannya menyegarkan pelaksanaan hisab di padang mahsyar.
q.
Sesudah Nabi Muhammad meninggal,
maka pengganti beliau yang sah sebagai pemimpin umat adalah sayidina, abu Bakar
al-Shiddiq sebagai khalifah yang pertama, sayidina umar bin al-Khaththab
sebagai khalifah yang kedua, sayidina utsman bin affan sebagai khalifah yang
ketiga dan syaidna ali bin abi thalib sebagai khalifah yang keempat. Keempat
khalifah ini disebut dengan khulafaur rasyidin.
r.
Ahlussunnah Wal-jama’ah menyakini
bahwa sahabat Nabi Muhammad adalah makhluk allah yang paling mulia . di bawah
beliau rosul-rosul yang lain, lalu para nabi, lalu para malaikat dan kemudian
manusia yang lain.
s.
Ahlussunnah Wa-Jamaa’ah menyakini
bahwa sahabat nabi yang paling mulia adalah syaidina Abu Bakar, lalu sayidina
Umar bin al-Khaththab, lalu sayidina Utsman bin Affan, lalu syaidina Ali bin
Abi Thalib, lalu sahabat yang sepuluh yang di kabarkan oleh Nabi akan masuk
surge, yaitu 4 orang khalifah tersebut
dtambah dengan Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwan, Abdurrahman bin Auf,
Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid dan Abu Ubaidah Amir bin al-Jamah sesudah
mereka adalah para sahabat peserta perang badar, lalu peserta perang uhud, lalu
para sahabat yang ikut dalam bai’at al-ridhwan dan terakhir seluruh sahabat
selain mereka.
t.
Berkaitan dengan pertikaian dengan peperangan antara
sesame sahabta nabi seperti peperangan jamal antara sayidah aisyah dan sayidina
ali bin abi thalib dan peperangan shiffin antara syaidina ali bin abi thalib
dan sahabat mu’awiyah bin abi sufyan ahlussunah wal-jamaa’ah menanggapinnya
secar positif, berangkat dari ijtihad masing-masing. Kalau ijtihad tersebut
benar menurut allah maka mereka akan mendapatkan dua pahala. Tetapi kalau
ijtihad mereka keliru menurut allah, maka
mereka akan mendapatkan satu pahala, atas jasa ijtihadnya tersebut.
u.
Ahlussunnah Wal-jama’ah menyakini
bahwa seluruh keluarga nabi khususnya
ummul mukminim sayidatina aisyah yang tertuduh melakukan kesalahan adalah
bersih dari noda. Fitnah yang
dilancarkan terhadap keluarga nabi adalah fitnah yang dibuat-buat.
v.
Kenabian dan kerasulan seorang itu adalah karunia dari
tuhan. Pangkat ini tidak dapat di peroleh
dengan diusahakan, misalnnya dengan mencari ilmu, bertapa, beribadah dan
lain-lainnya. Karenannya, seorang wali tidak akan dapat mencapai derajat para
nabi.
w.
Para rasul allah dibekali dengan
mukjizat, yaitu perbuatan yang istimewa yang di luar kemampuan manusia biasa,
seperti nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api, nabi isa yang pandai
menghidupkan orang yang sudah mati, nabi musa yang pandai menjadikan tongkatnya
menjadi ular, nabi Muhammad dengan kitab sucinnta al-qur’an al-karim yang tidak
dapat ditiru oleh siapapun, air keluar dari anak jari beliau, bulan di belah
menjadi dua, matahari berhenti berjalan dan lain-lain.
x.
Ahlussunnah Wal-jama’ah menyakini adannya karomah para
wali. Karomah adalah perbuatan yang istimewa yang diluar kebiyasaan manusia,
yang di lakukan oleh para wali allah, seperti makanan yang dating sendiri
kepada siti mariyam, dan ahli gua ( ashabul khahfi) yang tidur selama 309 tahun
tanpa mengalami kerusakan pada tubuh mereka.
y.
Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan penutup para nabi,
sehingga sesudah beliau tidak akan ada nabi lagi. Demikian pula pangkat
kenabian dan kerasulan telah ditutup oleh pangkat beliau. Demikian nabi-nabi
pembantu tidak ada lagi sesudah beliau siapapun yang mengaku nabi atau rasul
baik nabi yang berdiri sendri atau nabi untuk menjalankan syariat nabi
muhammmad maka orang tersebut pembohong dan harus dilawan.
z.
Para nabi itu memiliki 4 sifat yang
wajib dan 4 sifat yang mustahil. Sifat wajib bagi mereka adalah shidiq (jujur),
amanah(dipercaya),tabligh (menyampaikan perintah) dan fathanah(cerdas).
Sedangkan sifat yang mustahil bagi mereka adalah kidzib (berdusta), khianat,
kitman (menyembunyikan perintah) dan baladah(dungu).
aa.
Kaum Muslimin wajib mempercayai adanya
Kitab-kitab Suci yang diturunkan oleh Allah kepada para rasul-Nya untuk
disampaikan kepada umatnya. Kitab-kitab Suci yang diturunkan oleh Allah banyak
sekali, tetapi yang wajib diketahui secara terperinci oleh setiap Muslim adalah
4, yaitu :
·
Kitab Taurat
yang diturunkan kepada Nabi Musa A.s
·
Kitab Zabur yang
diturunkan kepada Nabi Dawuds A.s
·
Kitab Injil yang
diturunkan kepada Nabi Isas A.s
·
Kitab al-Qur'an
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
bb.
Ahlussunnah Wal-Jama'ah meyakini bahwa al-Qur'an yang ada
sekarang adalah asli tanpa ada perubahan, pengurangan, dan penambahan. Barang
siapa yang meyakini bahwa al-Qur'an yang ada sekarang adalah tidak asli, telah
mengalami perubahan, pengurangan, dan penambahan, maka ia telah kufur.
cc.
Ahlussunnah Wal-jama'ah meyakini bahwa penolakan terhadap
nash (teks) al-Qur'an dan nash hadits yang telah diyakini bahwa hal tersebut
memang nash al-Qur'an dan hadits adalah kufur.
dd.
Seorang hamba tidak akan sampai pada derajat yang dapat
menggugurkan kewajiban syari'at bagi dirinya.
3.
Kauniiyyat (kosmos) yaitu bahasan yang berkenaan dengan alam
semesta, seperti setan, malaikat, jin, dll.
a.
Kaum Muslimin wajib mempercayai adanya para Malaikat, Yaitu
makhluk halus yang diciptakan oleh Allah dari cahaya. Jumlah mereka banyak
sekali dan tidak terhitung. Tetapi yang wajib dipercayai secara terperinci
adalah 10, yaitu:
(1)
Malaikat Jibril,
yang bertugas mengantarkan wahyu
(2)
Malaikat Mikail,
yang bertugas mengatur hal-hal kesejahteraan umat, seperti mengatur hujan,
angin, tanah, kesuburan dll.
(3)
Malaikat
Israfil, yang bertugas mengatur hal-hal akhirat seperti meniup terompet
(Sangkakala) sebagai tanda bangun kembali di Padang Mahsyar dll.
(4)
Malaikat Izrail,
yang bertugas mencabut nyawa setiap makhluk dan membawa nyawa ke mana mestinya.
(5)
Malaikat Munkar
dan Malaikat Nakir yang bertugas menanyai orang yang telah mati dalam kubur.
(6)
Malaikat Raqib
dan Malaikat Atid yang bertugas mencatat perbuatan manusia sehari-hari.
Malaikat Raqib mencatat perbuatan yang baik. Malaikat Atid mencatat perbuatan
yang buruk. Keduanya selalu mengikuti manusia.
(7)
Malaikat Malik,
yang bertugas menjaga Neraka Jahannam yang disebut pula Malaikat Zabniyah.
(8)
Malaikat
Ridhwan, yang bertugas menjaga surga.
b.
Kaum Muslimin harus percaya terhadap adanya Jin, yaitu
makhluk halus yang diciptakan oleh Allah SWT dari api.
c.
Kaum Muslimin harus percaya bahwa manusia pertama (Nabi Adam
A.s ) diciptakan oleh Allah dari tanah liat. Sedangkan manusia berikutnya
adalah keturunan Nabi Adam a.s.
d.
Allah menciptakan manusia sejak manusia yang pertama (Nabi
Adam A.s) dalam bentuk yang sangat sempurna, dan bukan melalui proses evolusi
dari kera dan orang utan.
4.
Ghaibiyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal
yang ghaib seperti surga, neraka, hari kiamat, dll.
a.
Bangkit sesudah
mati hanya terjadi satu kali. Manusia pada mulanya tidak ada, kemudian lahir ke
dunia, lalu sesudah itu mati, dan sesudah itu bangkit kembali (hidup) dan
berkumpul di Pandang Mahsyar, sesuai dengan ayat al-Qur'an surat al-Baqarah
ayat ke 28.
Pendeknya manusia kalau sudah
mati, maka tidak akan hidup lagi walaupun menyerupai binatang atau apa saja.
Manusia akan hidup kembali nanti
pada hari kiamat apabila nafir(Terompet) telah dibunyikan oleh Malaikat
Israfil.
Hal ini berbeda dengan kepercayaan
orang-orang Syiah yang berkeyakinan bahwa Sayidina Ali akan hidup kembali pada
akhir zaman, lalu sesudah itu mati lagi, dan sesudah itu hidup lagi di Padang
Mahsyar.
b.
Setiap orang
muslim wajib mempercayai adanya hari akhirat. Permulaan hari akhirat bagi
setiap orang adalah sesudah mati, dengan melalui proses dan tahapan sebagai
berikut:
1) Setiap orang akan mati
apabila jangka usianya sudah habis.
2) Setelah mati, ia akan
dikubur. Dalam kuburan yang akan ditanya oleh malaikat munkar dan nakir.
Tentang siapa tuhanmu, siapa nabimu, siapa imammu dan pertanyaan-pertanyaan
lainnya.
3) Orang yang jahat akan
disiksa didalam kubur.
4) Kemudian pada saatnya
nanti akan terjadi kiamat besar, dunia kan hancur lebur dan semua makhluk yang
ad didunia akan mati.
5) Kemudian pada saatnya
nanti terompet akan dibunyikan sehingga seluruh orang yang mati akan bangun
kembali dan berkumpul dipadang masyar.
6) Setelah itu aka ada hisab,
yaitu perhitungan pahala dan doa manusia.
7) dipadang masyar itu ada syafaat (pertolongan)
dari nabi Muhammad saw dengan ijin allah.
8) Lalu aka nada timbangan
untuk menimbang pahala dan dosa.
9) Akan jadi jembatan
shirathal mustaqin, yang dibentangkan diatas neraka yang akan dilalui oleh
semua manusia.
10) Akan ada telaga
kautsar, kepunyaan nabi Muhammad di dalam surge, dimana orang-orang yang
beriman akan minum disana.
11) Orang yang lulus ujian dengan menitih jembatan
tersebut akan selamat dan akan masuk surga jannatun na’im, sedangkan orang
kafir akan jatuh di neraka.
12) Orang yang baik akan langsung masuk surga dan
kekal selama-lamanya.
13) Orang kafir akan masuk neraka dan kekal
selam-lamanya.
14) Orang mukmin yang berdosa dan mati sebelum
bertaubat, akan masuk kedalam neraka untuk sementara, dan sesudah di hukum akan
di keluarkan dan akan di masukkan dalam surga untuk selama-lamanya.
15) Orang mukmin yang baik-baik akan di beri nikmat
apa saja yang ia sukai di dalam surga, dan akan di beri nikmat tambahan yang
paling besar dan paling lezat yaitu melihat allah.
Demikian kronologi ringkas tentang hari kiamat.
c. Riski semua manusia sudah di
takdirkan oleh allah pada azal, tidak akan bertambah dan tidak akan berkurang,
tetapi manusi disuruh mencari riski dan berusaha tidak boleh berpangku tangan
dan menunggu saja.
d.
Menurut allah
ajal setiap manusia sudah ada jangkanya, tidak akan maju dan tidak akan mundur
walaupun hannya sedetik. Tetapi manusi di perintah bertaubat oleh allah kalau
sakit, dan tidak boleh menunggu ketika ajal menjemput.
e.
Anak-anak
orang kafir kalau masih kecil akan masuk surga.
f.
Dua orang
mukmin akan bermanfaat bagi dirinnya dan bagi orang lain yang di doakannya.
g.
Pahala
sedekah, wakaf, dan pahala bacaan (al-Qur’an, Tahlil, Sholawat dan lain-lain)
boleh di hadiahkan kepada orang yang sudah mati dan akan sampai kepada
mereka kalau di mintakkan kepada allah
untuk menyampaikannya.
h.
Ziarah
kubur, khususnnya kubur orang tua, para ulama’, para wali dan para
orang yang mati sahid, apalagi makam rasullullah dan para sahabatnya adalah
sunat hukumnya kalau di kerjakan akan mendapatkan pahala. Berpergian untuk
ziarah kubur termasuk perbuatan ibadah.
i.
Berdoa kepada allah secara langsung, atau berdoa melalui
wasilah(bertawasul) adalah sunnat hukumnya diberi phala kalau dikerjakan.
j.
Masjid
diseluruh dunia derajatnya sama, kecuali tiga buah masjid yang lebih tinggi
derajatnya daripada masjid-masjid yang lain, yaitu masjid mekkah, masjid
nabawi, dan masjid al-Aqsha di palestina. Berjalan untuk menunaikan sholat di
tiga masjid tersebut adalah ibadah, kalau dikerjakan akan mendatangkan pahala.
k.
Seluruh
manusia adalah anak cucu nabi adam dan adam berasal dari tanah. Iblis dan jin
diciptakan dari api, sedangkan malaikat diciptakan dari cahaya.
l.
Bumi dan
langit itu ada. Barang siapa yang mengatakan bahwa langit tidak ada , maka ia
keluar dari lingkungan kaum ahlussunnah wal-jama’ah .
m.
. Pahala
yang diberikan allah kepada orang yang shaleh bukan karena allah terpaksa untuk
memberinya dan bukan pula kewajibannya untuk membalas jasa orang tersebut.
Begitu pula hukuman bagi orang yang durhaka, allah tidak terpaksa untuk
menghukumnya dan tidak pula berkewajiban menghukumnya. Allah memberikan pahala
kepada manusia karenan karunianya dan menghukum karena keadilannya.
n.
Kaum
muslimin wajib meyakini adanya arasy, yaitu suatu benda yang sangat besar, di
ciptakan allah dari nur, terletak ditempat yang tinggi dan mulia, yang tidak
diketahui hakikat dan kebesarannya. Hanya allah yang mengetahuinya.
o.
Wajib
menyakini adanya kursi tuhan, yaitu benda yang diciptakan oleh allah yang
berdekatan dan berkaitan dengan arasy. Hakikat keadaannya hanya allah yang
mengetahui. Kita hanya wajib mempercayai adanya.
p. Wajib meyakini adanya qalam, yaitu benda yang
diciptakan oleh allah untuk menuliskan sesuatu yang akan terjadi di Lauh
Mahfuzh.
5.
‘aqliyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal
yang bersifat rasional atau dibuktikan berdasarkan dalil ‘aqli.
6.
Sam’iyyat yaitu
bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang diinformasikan oleh Al-qur’an dan
Hadits.
2)
Khilafiyah Al-asy’ari dan
Al-Maturidi
Abu Manshur al-Maturidi dan Abu
al-Hasan al-Asy’ari hidup pada masa yang bersamaan. Keduanya berupaya
memperjuangkan hal yang sama, yaitu mengembalikan umat islam pada ajaran salaf
yang saleh. Hanya saja keduanya hidup dilingkungan yang berbeda sehingga hasil
dari keduanya pun tidak persis meskipun sama. Perbedaan diantara keduanya
terlihat pada paradigma pemikiran dan kesimpulan. Al-Maturidi cenderung lebih
rasional dan memberikan porsi yang lebih besar terhadap nalar daripada
al-Asy’ari. Karena demikian menurut Abu Zahrah, golongan al-Maturidi memberikan
peran besar terhadap nalar yang berlebih-lebihan sedangkan al-asy’ari hanya
terbatas pada dali-dalil naqli yang memperkuatnya secara sunggug-sungguh,
sehingga seseorang mudah mengambil kesimpulan bahwa madzhab al-Asy’ari berada
pada garis Mu’tazilah, fiqih, dan hadits. Sedangkan madzhab al-Maturidi berada
pada garis Mu’tazilah dan Asya’irah. Sebagian akar juga ada yang berpendapat
bahwa al-Asy’ari menganut madzhab al-Syafi’i dan al-Maturidi menganut madzhab
Hanafi.
Perbedaan pendapat kaum muslimin
tidak hanya terjadi pada madzhab aswaja dan madzhab diluarnya namun juga pada
sesama mengikut madzhab aswaja. Meskipun demikian perbedaan tersebut tidak
sampai batas mengkafirkan dan membid’ahkan sesama golongan. Itulah yang
membedakan aswaja dengan madzhab lainnya.
3)
Beberapa Masalah Khilafiyah
antara Al-Asy’ari dan Al-Maturidi
1.
Sifat Allah
Al-Asy’ari mengikuti jejak Mu’tazilah
dalam mengklasifikasikan sifat-sifat Allah dan dalam memakai shifat al-dzat dan shifat al-fi’li bagi Allah. Al-asy’ari membagi
sifat Allah menjadi dua bagian yaitu shifat
al-dzat (sifat yang menetapkan pada
dzat Allah) yaitu sesuatu yang Allah mustahil memiliki sifat-sifat kebalikannya
seperti kalam, iradat, dsb dan shifat al-fi’li (sifat yang merupakan perbuatan Allah) yaitu sifat yang
tidak memiliki perlawanan. Menurut al-Asy’ari sifat ini adalah baru (haditsah) bagi
Allah bukan sifat azaliyah (tidak
berpermulaan).
Sedangkan menurut al-Maturidi
sifat-sifat Allah baik yang berupa shifat
al-dzat maupun shifat al-fi’li versi al-Asy’ari, bagi Allah
sama-sama azaliyah (tidak
berpermulaan). Perbedaan pendapat pada shifat
al-dzat antara al-Maturidi dengan al-Asy’ari terletak pada pemaknaannya. Beberapa
perbedaan pendapat lainnya yaitu :
Perbedaan
pendapat mengenai shifat al-takwin (menciptakan)
|
|
Al-Maturidi
|
Al-Asy’ari
|
Adalah qadinah
(tidak berpermulaan). Menurutnya al-takwin
itu bukan objek yang diciptakan yang bersifat baru (al-mukawwan al-hadits.
|
al-takwin (penciptaan)
adalah hakikat al-mukawwan (objek yang
diciptakan) itu sendiri, dan keduanya sama-sama hadits (baru).
|
Perbedaan
pendapat mengenai firman Allah yang berupa “kun (jadilah)”
|
|
Al-Maturidi
|
Al-Asy’ari
|
Hal tersebut hanyalah
kata kiasan (ungkapan majaz) dari
kecepatan Allah dalam penciptaan.
|
“kun” adalah
perkataan Allah yang sesungguhnya, bukan ungkapan dalam bentuk kiasan (majaz).
|
Perbedaan
pendapar mengenai pendengaran Nabi Musa as terhadap kalam Allah.
|
|
Al-Maturidi
|
Al-Asy’ari
|
Pendengaran Musa sebenarnya
terjadi melaui perantara suara yang diciptakan oleh Allah sebelum
diciptakannya Musa as dan suara itu memang khusus untuk Nabi Musa as.
|
Nabi Musa as mendengar
kalam Allah tanpa perantara.
|
Perbedaan pendapar mengenai metode
penetapan ru’yat Allah (
penglihatan terhadap Allah kelak di akhirat).
|
|
Al-Maturidi
|
Al-Asya’ri
|
Berdasar pada
dalil-dalil sam’iyah ( Al-qur’an
dan Hadits ) mengenai mungkinnya melihat Allah.
|
Terdapat dalil-dalil
rasional (‘aqli ) yang menetapkan
mungkinnya melihat Allah kelak, yaitu bahwa segala sesuatu yang ada mungkin
bisa dilihat.
|
Dalam menyikapi sifat-sifat khabiriyyah (sifat-sifat Allah yang
terdapat pada Al-quran dan Hadits), kita dapati al-Asy’ari dan al-Maturidi
sama-sama menciptakannya tanpa kaifiyyah (suatu
proses). Akan tetapi bisa dikatakan bahwa al-Maturidi telah melangkah lebih
jauh dari al-Asy’ari dalam kecendurangan terhadap ta’wil rasional yang dapat menafikan tempat tasybih (penyerupaan Allah terhadap makhluk-Nya). Meskipun
al-Maturidi tidak memastikan penna;wilannya dengan suatu makna yang definitif ,
karena idak menutup kemungkinan adanya makna lain yang dikehendaki oleh Alah.
Sementara al-Asy’ary menerima apa yang terdapat dalam Al-qur’an dan menolak
semua macam ta’wil seperti mengatakan bahwa Allah ber-istiwa’ atas ‘Arasyi.
2. Dalil Ma’rifat kepada Allah
Al-Asy’ari dan al-Maturidi berbeda
pendapat mengenai dalil ma’rifat itu wajib berdasarkan dalil rasional saja atau
berdasarkan dalil sya’i?
Al-Syahrastani menyebutkan bahwa al-Asy’ari membedakan antara bagaimana
ma’rifat itu dapai dicapai dan dalil apa yang melandasi wajibnya ma’rifat kita
kepada Allah. Menurut al-Asy’ari semua keyakinan termasuk ma’rifat kepada
Allah, hanya dapat dicapai melalui proses dalil ‘aqli. Menurut al-Maturidi tanpa dalil syar’i-pun tetap berkewajiban ma’rifat kepada Allah.
3. Mewajibkan Sesuatu yang Tidak
Mampu Dilakukan
Al-Asy’ari dan al-Maturidi berbeda
pendapat mengenai bolehkah Allah mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dikerjakan
(al taklif bi ma la yuthaq) oleh
hamba-Nya? Menurut al-Asy’ari Allah boleh mewajibkan sesuatu yang tidak mampu
dilakukan oleh hamba-Nya. Sedangkan menurut al-Maturidi, Allah tidak mungkin
mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh hamba-Nya. Karena dunia ini
diciptakan sebagai rumah ujian bagi hamba-Nya. Hal ini akan menjadi kenyataan
apabila seorang hamba melakukan sesuatu berdasarkan pilihannya, sehingga ia
akan mendapatkan pahala ketika melakukannya dan memperoleh siksa ketika
meninggalkannya. Sedangkan ketika seorang hamba berada pada posisi tidak
mungkin melakukan sesuatu, berarti ia memang dipaksa untuk tidak melakukannya,
dan ia pun dimaafkan untuk tidak melakukannya.
4. Teori al-Kasb
Al-Asy’ari dan al-Maturidi bersepakat
bahwa semua perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, tetapi manusia yang
melakukannya. Keduanya bersepat dalam banyak hal yang berkaitan dengan
perbuatan manusia (al-kasb), seperti adanya qudrat
Allah bersamaan perbuatan manusia dan ketidakpantasan qudrat terhadap dua hal yang saling berlawanan. Dalam memaparkan
teori al-kasb al-Asy’ari berpendapat, bahwa semua perbuatan
ikhtiar manusia terjadi berdasarkan qudrat Allah saja. Menurutnya perbuatan
manusia terjadi karena ciptaan Allah, tetapi dilakukan oleh manusia. Yang
dimaksud dilakukan oleh manusia tersebut adalah, perbuatan manusia itu
bersamaan dengan qudrat dan iradat Allah,
tanpa ada pengaruh dan intervensi dalam terjadinya perbuatan itu sendiri.
Sementara menurut al-Maturidi,
kemampuan manusialah yang membuahkan perbuatan. Adanya kemampuan menyebabkan
adanya perbuatan yang menjadi tujuannya. Disini tampak sekali bahwa menurut
al-Maturidi, kemampuan manusia berpengaruh pada perbuatannya, akan tetapi
pengaruh ini idak berlaku dalam hal mewujudkan dan menciptakan perbuatan
tersebut. Karena menurutnya mewujudkan dan menciptakan hanya sifat yang
dimilikimoleh Allah, kemampuan manusia hanya tergambar dalam rencana dan
pilihannya untuk berbuat sesuatu.
5. Iman
Al-Asy’ari dan al-Maturidi berbeda
pendapat mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan iman, misalnya dalam soal
ististna’ (mengucapkan insya Allah) dalam iman, al-Asy’ari mengatakan boleh.
Maksudnya, menurut al-Asy’ari dan ahli hadits, seorang mukmin boleh mengatakan,
“Saya seorang yang beriman insya Allah”. Al-Asy’ari juga berpendapat, bahwa
iman dan islam memiliki objek makna yang berbeda. Sementara menurut
al-Maturidi, istnistna’ dalam iman tidak boleh. Menurutnya iman dan islam
memiliki satu objek yang sama.
6. Kebahagiaan dan Kesengsaraan
Al-Asy’ari berpendapat bahwa
kebahagian (sa’adah) dan kesengsaraan (syaqawah) tidak mungkin berubah. Orang
yang bahagia dan sengsara, adalah orang yang telah ditetapkan bahagia sejak
masih dalam rahim ibunya. Seseorang yang ditetapkan bahagia tidak akan berubah
menjadi sengsara begitu juga sebaliknya.
Sementara
menurut al-Maturidi, kebahagian dan kesengsaraan dapat berubah, karena keduanya
merupakan perbuatan manusia. Perubahan kebahagian dan kesengsaraan bukan
mengubah apa yang telah tercatat di lauh mahfuzh.
B. Karakteristik Aswaja dalam
Bidang Fiqih
1.
Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah Nu’man bin
Tsabit bin Zautha. Diahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H./699 M.
Beliau wafat pada tahun 150 H. bertepatan dengan lahirnya Imam Syafii
Radhiyallahu anhu. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah an-Nu’man.
Mazhab Hanafi adalah nama dari
kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan
murid-murid beliau, serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti
mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh
mereka, yang kesemuanya adalah hasil dari cara dan metode ijtihad ulama-ulama
Irak. Karena itu mereka juga disebut mazhab Ahlur-Ra’yi masa Tâbi’it-Tâbi’în.
Murid-murid Abu Hanifah antara lain adalah Abu Yusuf bin Ibrahim al-Anshari,
Zufar bin Hujail bin Qais al-Kufi, Muhammad bin Hasan bin Farqad asy-Syaibani,
Hasan bin Ziyad al-Lu’lu al-Kufi Maulana al-Anshari, dan banyak lagi yang lain.
Dalam bidang fikih, Abu Hanifah
Radhiyallahu anhu belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua
hijriah, dan banyak belajar pada ulama-ulama tabiin, seperti Atha’ bin Abi Rabah
dan Nafi’ Maula Ibni Umar.
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di
Kufah, kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur. Sekarang ini
mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon.
Mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan,
India, Cina, dan sekitar 25,000 pengikut di Amerika Selatan. Mazhab Hanafi
merupakan mazhab terbesar dengan 30% pengikut dari seluruh umat Islam
dunia.Bukti-bukti perkembangan mazhab ini ditandai dengan beberapa hal, seperti
menjadi mazhab resmi dinasti Abbasiyyah selama 500 tahun. Banyak ulama dari
mazhab ini yang dilantik jadi hakim, Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan
asy-Shaybani. Mazhab ini juga menjadi mazhab rasmi kerajaan Utsmaniyyah.
2.
Mazhab Maliki
Mazhab Maliki merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari
Imam Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia. Nama
lengkap dari pendiri mazhab ini ialah Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada
tahun 93 H. / 712 M. di Madinah. Selanjutnya di kalangan umat Islam beliau
lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik.
Imam Malik terkenal sebagai imam dalam bidang Hadis Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam.Imam Malik belajar kepada ulama-ulama Madinah. Yang
menjadi guru pertamanya ialah Abdur-Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar
kepada Nafi’ Maula Ibni Umar dan Ibnu Syihab az-Zuhri. Adapun yang menjadi
gurunya dalam bidang fikih ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah
imam negeri Hejaz, tokoh terkemuka bidang fikih dan Hadis. Di antara ulama-ulama
Mesir yang berkunjung ke Medinah dan belajar kepada Imam Malik ialah Abu
Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim, Abu Abdillah Abdur Rahman bin Qasim
al-Utaqy, Asyhab bin Abdul-Aziz al-Qaisi, Abu Muhammad Abdullah bin
Abdul-Hakam, Asbagh bin Farj al-Umawi, Muhammad bin Abdullah bin Abdul-Hakam,
Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad al-Iskandari.
Awal mulanya mazhab Maliki tersebar di Madinah, kemudian mazhab ini
banyak dianut oleh penduduk Tunisia, Maroko, al-Jazair, Bahrain, Kuwait, Mesir
Atas dan beberapa daerah Afrika. Mazhab ini menjadi dasar hukum Arab Saudi.
Mazhab ini diperkirakan dianut oleh sekitar 15% umat Muslim dunia.
3.
Mazhab Syafi’i
Mazhab ini dibangun oleh al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafii, seorang
keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Gaza tahun 150 H.,
bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah Radhiyallahu anhu. Guru Imam
Syafii yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Makkah. Imam
Syafii sanggup hafal al-Qur’an pada usia 9 tahun. Setelah beliau hafal al-Qur’an,
barulah mempelajari bahasa dan sastra, kemudian beliau mempelajari Hadis dan
fikih.
Mazhab Syafii terdiri dari dua macam, berdasarkan atas masa dan tempat
beliau bermukim. Yang pertama dikenal dengan Qaul Qadîm, yaitu mazhab yang
dibentuk sewaktu Imam Syafii hidup di Irak. Yang kedua ialah Qaul Jadîd, yaitu
mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir. Keistimewaan Imam Syafii
dibanding dengan imam mujtahidin yang lain adalah bahwa beliau merupakan
peletak batu pertama ilmu Ushul Fikih dengan kitabnya ar-Risâlah. Dan kitabnya
dalam bidang Fikih yang menjadi induk dari mazhabnya ialah al-Umm.
Sahabat-sahabat (murid-murid) asy-Syafii yang berasal dari Irak antara
lain Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid bin Yaman al-Kalabi al-Bagdadi, Ahmad bin
Hanbal (yang menjadi Imam Mazhab keempat), Hasan bin Muhammad bin Shabah
az-Za’farani al-Bagdadi, Abu Ali al-Husain bin Ali al-Karabisi, Ahmad bin Yahya
bin Abdul Aziz al-Bagdadi. Adapun sahabat-sahabat beliau yang dari Mesir antara
lain adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaithi al-Mishri, Abu Ibrahim Ismail bin Yahya
al-Muzanni al-Mishri, Rabi’ bin Abdul-Jabbar al-Muradi, Harmalah bin Tahya bin
Abdullah at-Tayibi Yunus bin Abdul A’la ash-Shadafi al-Mishri, Abu Bakar
Muhammad bin Ahmad.
Mazhab Syafii sampai sekarang dianut oleh umat Islam di Libia, Mesir, Indonesia, Filipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo Cina, Sunni-Rusia dan Yaman. Penyebarluasan pemikiran mazhab Syafii berbeda dengan mazhab Hanafi dan mazhab Maliki, yang banyak dipengaruhi oleh kekuasaan kekhalifahan. Pokok pikiran dan prinsip dasar mazhab Syafii terutama disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya.
Mazhab Syafii sampai sekarang dianut oleh umat Islam di Libia, Mesir, Indonesia, Filipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo Cina, Sunni-Rusia dan Yaman. Penyebarluasan pemikiran mazhab Syafii berbeda dengan mazhab Hanafi dan mazhab Maliki, yang banyak dipengaruhi oleh kekuasaan kekhalifahan. Pokok pikiran dan prinsip dasar mazhab Syafii terutama disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya.
Imam Syafi’i terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam.
Ushul Fikih (atau metodologi hukum Islam) baru lahir setelah Imam Syafii
menulis ar-Risâlah. Dari mazhab ini berbagai ilmu keislaman telah bersemi
berkat dorongan metodologi hukum Islam yang dikembangkan oleh para penerusnya.
Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang
dituntut oleh mazhab Syafii, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia
Islam yang menjadi pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula
yang menjadi pakar terhadap keseluruhan mazhab-mazhab Sunni di bidang mereka
masing-masing. Saat ini, mazhab Syafii diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam
dunia, dan merupakan mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah
mazhab Hanafi.
4.
Mazhab Hanbali
Pendiri Mazhab Hanbali ialah al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin
Hilal az-Zahili asy-Syaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan
wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung
ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain Siria, Hejaz,
Yaman, Kufah dan Basrah. Beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 Hadis dalam
kitab Musnad-nya.
Ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Ahmad bin Hanbal antara lain
adalah Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan nama
al-Atsram, Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al-Marwazi, Ishaq bin Ibrahim yang
terkenal dengan nama Ibnu Ruhawaih al-Marwazi dan termasuk ashhâb Ahmad
terbesar, Muwaquddin Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Syamsuddin Ibnu Qudaamah
al-Maqdisi, Syaikhul-Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Taimiyah, Ibnul Qaiyim
al-Jauziyah, dan lain-lain.
Mazhab Hanbali awalnya berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu
yang sangat lama. Pada abad 12, mazhab Hanbali berkembang terutama pada masa
pemerintahan Raja Abdul Aziz as-Su’udi. Saat ini mazhab Hanbali menjadi mazhab
resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh
Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak
C.
Karakteristik Aswaja dalam Bidang Tasawuf
Tasawuf
merupakan ungkapan pengalaman keagamaan yang bersifat subjektif dari seseorang
dalam menanggapi mendekatkan diri kepada Allah dengan menitikberatkan
pada aspek pemikiran dan perasaan. Bahkan tasawuf banyak juga menyinggung akan
penyatuan diri dengan Tuhan serta menjalankan konsep zuhud di dunia. Akan
tetapi Secara umum dapat dikatakan bahwa tasawuf itu merupakan usaha akal
manusia untuk memahami realitas dan akan merasa senang manakala dapat sampai
kepada Allah SWT. Artinya, orang yang melakukan tasawuf akan mengalami
ketenangan pada dirinya. Karena hal itu telah dijamin oleh Allah didalam
al-Qur’an bahwasanya ketika mengingat Allah. Maka ia akan mengalami ketenangan
dalam hatinya. Apalagi didalam Tasawuf terdapat ajaran-ajaran yang menuntut
agar ia selalu ingat kepada Allah, agar ia bisa menyatu denganNya.
1. Tasawuf
menurut Junayd al-Baghdadi
Sebelum
ajaran tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi, terdapat Pandangan-pandangan para sufi
cukup radikal, memancing para yuris (fukaha) atau ahli fikih untuk mengambil
sikap. Sehingga muncul pertentangan antara para pengikut tasawuf dan ahli fikih.
Ahli fikih memandang pelaku tasawuf sebagai orang-orang zindik, yang mengaku
Islam tapi tidak pernah menjalankan syariatnya. Hal ini karena, banyak pelaku
tasawuf yang secara lahir meninggalkan tuntunan-tuntunan syari’at. Sebaliknya,
tokoh zuhud-tasawuf memandang tokoh-tokoh fikih sebagai orang-orang yang hanya
memperhatikan legalitas suatu persoalan, banyak penyelewengan dilakukan untuk
mendapatkan hal-hal yang sebenarnya dilarang.
Dari adanya
hal itu, Al-Junayd al-Baghdadi memberikan penegasan lebih lanjut akan
pentingnya amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menurut al-Junayd,
tasawuf adalah pengabdian kepada Allah dengan penuh kesucian. Oleh karena itu,
barang siapa yang membersihkan diri dari segala sesuatu selain Allah, maka ia
adalah sufi.
Karena
penekanan pada aspek amaliah inilah, maka tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi
terkesan berusaha menciptakan keseimbangan antara syari’at dan hakikat. Ini
merupakan kecenderungan yang berbeda sama sekali dengan tasawuf yang
berorientasi pada pemikiran atau falsafah. syari’at yang tidak diperkuat dengan
hakikat akan tertolak, demikian pula hakikat yang tidak diperkuat dengan
syari’at juga akan tertolak. Syari’at datang dengan taklif kepada makhluk
sedangkan hakikat muncul dari pengembaraan kepada yang Haq (Allah). Hal
itu berarti kedekatan kepada Allah dapat dicapai manakala orang telah
melaksanakan amaliah lahiriah berupa syari’at dan kemudian dilanjutkan dengan
amaliah batiniah berupa hakikat.
Pemikiran
Al-Junayd beraliran salaf. la tidak
bersikap radikal dalam menghadapi setiap persoalan. la lebih berkonsentrasi
pada ajaran tasawufnya yang bersandarkan pada Al Quran dan Hadis. Hal itu dapat dilihat pada pemikirannya yang
disesuaikan dengan firman Allah:
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ
الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah engkau lupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah engkau berbuat kerusakan di bumk Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Surah AI-Qashash : 77).
Dimana, pada umumnya orang memahami
Zuhud sebagai sikap hidup para sufi yang meninggalkan kebahagiaan duniawi.
Mereka membekali diri untuk mengejar kehidupan dan kebahagiaan akhirat semata,
seolah tidak peduli dengan urusan duniawi atau urusan orang lain di sekitarnya.
Jangankan urusan duniawi orang lain, untuk kebutuhan hidupnya sendiri pun
terkadang ia tidak terlalu peduli.
Karena diakui atau tidak bahwasanya
Tasawuf sebenarnya telah ada sejak Rasulullah, akan tetapi Rasulullah tidak
secara langsung menyebutkannya dengan tasawuf secara gamlang. Hal itu dapat
terlihat dari pola hidup serta tata cara beliau dalam segala bentuk hidupnya
yang menampilkan dengan penuh kesederhanaan. Namun pada perkembangan
selanjutnya tasawwuf mengalami kemajuan
yang dikembangkan oleh masing-masing tokoh tasawuf dengan model
masing-masing.
Begitu halnya mengenai masalah hulul
dan ittihad yang tetap melandasinya dengan apa yang terdapat didalam ajaran
al-Qur’an dan hadis. Artinya tasawuf Junaid al-Baghdady ini tetap
memandang bahwa pentingnya syariat demi mencapai akhirat. Dimana, ajaran
tasawuf al-Junaid ini sama dengan ajaran tasawuf Al-Muhibbi yang memberi tekanan
besar pada disiplin diri atau lebih sepesifik pada disiplin kalbu. Ia
memperjelas antara orientasi ukrawi dan moralitas.
Dari ajaran tasawuf Al-Junayd
al-Baghdadi ini sangat jelas bahwasanya, orang sufi itu tetap diwajibkan
menjalankan syari’at untuk mencapai kehadirat Ilahi Rabbi. Tanpa menjalankan
syari’at, seseorang tidak akan sampai kepada Allah SWT.
2. Tasawuf
menurut Al- Ghazali
Dalam bidang tasawuf Al- Ghazali berusaha meletakkan kembali posisi tasawuf
ke tempat yang benar menurut syari’at Islam. Al-Ghazali membersihkan ajaran
tasawuf dari pengaruh faham-faham asing yang masuk mengotori kemurnian ajaran
Islam. Pada saat itu banyak yang beranggapan bahwa seorang ahli tasawuf yang
tidak beri’tikad dangan faham di atas, maka sebenarnya tidak pantas diberi gelar
sebagai ahli tasawuf Islam. Sehingga sebagian orientalis Barat terpengaruh
dengan pendapat ini. Contoh-nya Nicholson, ia berpendapat, “Al-Ghazali tidak
termasuk dalam golongan ahli tasawuf Islam, karena ia tidak beri’tikad dengan
wihdat al-wujud”.
Dalam usaha pembersihannya tersebut, Al Ghazali mengawali kitabnya Ihya
‘Ulumiddin dengan pembahasan faraidh al-Diniyah, kemudian diikuti
dengan pembahasan Nawafil dan selanjutnya baru diikuti dengan cara-cara yang
sepatutnya diikuti untuk sampai ke martabat yang sempurna. Ketertarikan
Al-Ghazali pada tasawuf tidak saja telah membuatnya memperoleh pencerahan dan
ketenangan hati. Lebih jauh lagi, justru dia memiliki peran yang cukup
signifikan dalam peta perkembangan tasawuf selanjutnya. Jika pada awal
pembentukannya tasawuf berupaya menenggelamkan diri pada Tuhan dimeriahkan
dengan tokoh-tokohnya seperti Hasan Basri (khauf), Rabi`ah Al-Adawiyah (hub
al-ilah), Abu Yazid Al-Busthami (fana`), Al-Hallaj (hulul), dan kemudian
berkembang dengan munculnya tasawuf falsafi dengan tokoh-tokohnya Ibn Arabi
(wahdat al-wujud), Ibn Sabi`in (ittihad), dan Ibn Faridl (cinta, fana’, dan
wahdat at-shuhud) yang mana menitikberatkan pada hakikat serta terkesan
mengenyampingkan syariah, kehadiran Al-Ghazali justru telah memberikan warna
lain; dia telah mampu melakukan konsolidasi dalam memadukan ilmu kalam,
fiqih,dan tasawuf yang sebelumnya terjadi ketegangan.
Peran terpenting yang di pegang al-Ghazali terjadi pada abad ke lima
hijriyah. Pada saat itu terjadi perubahan yang jauh oleh para sufi. Banyak dari mereka yang tenggelam
dalam dunia kesufian dan meninggalkan syariat.
Kampanye al-Ghazali dalam mengembalikan tasawuf pada jalan aslinya yaitu
tidak menyimpang dari nash dan sunah Rasul telah membawa perubahan besar pada
zamannya. Ia berpendapat
bahwa seorang yang ingin terjun dalam dunia kesufian harus terlebih dahulu
menguasai ilmu syariat. Karena praktek-praktek kesufian yang bertentangan
dengan syariat islam tidak dapat dibenarkan. Menurut al-Ghazali tidak
seharusnya antara syariat dan tasawuf terjadi pertentangan karena kedua ilmu
ini saling melengkapi.
Dalam kitabnya Ihya’ U’lum al-Din al-Ghazali menjelaskan dengan detail
hubungan antara syariat dengan tasawuf. Ia memberikan contoh praktek syariat
yang kosong akan nilai tasawuf (hakikat) maka praktek itu tidak akan diterima
oleh Allah dan menjadi sia-sia. Sebaliknya praktek tasawuf yang meninggalkan
aturan syariat islam maka praktek itu akan mengarah pada bid’ah. Ibarat syariat
adalah tubuh maka nilai-nila tasawuf adalah jiwanya sehingga antara keduanya
tidak dapat dipisahkan.
Konsep Ma’rifat al-Ghazali
Konsep ma’rifat merupakan bagian dari finalitas maqomat seorang sufi.
Setelah seorang sufi melewati berbagai maqom mulai dari taubah, wira’i, zuhud,
faqru, sabar, tawakal, dan ridho maka sampailah ia pada satu tsamroh atau hasil
dari perjalanan kesufian tersebut. Tsamroh itulah yang dalam kitab Ihya’ U’lum
al-Din di namakan dengan mahabatullah.
Keterikatan
antara ‘mahabbah’ dan makrifat dalam pemikiran sufisme amat erat seolah sepasang
kembar yang tak dapat dipisahkan baik subtansi maupun sifat-sifatnya. Dari makrifat lahir mahabbah,
cinta. Tiada pengenalan yang tidak melahirkan cinta. Ini berlaku dalam setiap
taraf spritual.
Menurut al-Ghazali proses mengenal Allah tidak dapat dilakukan hanya dengan
menggunakn akal sebagaimana yang diyakini oleh para kaum filsafat. Al-Ghazali
mengaatakan bahwa pengenalan Allah dengan dhauq atau perantara intuitif
(batini) akan lebih dapat memberikan keyakinan dan ketenangan spiritual dari
pada hanya sebatas bersandar dengan akal.
Proses ma’rifat (pengenalan) seseorang kepada tuhannya untuk mencapai
mahabbah berbeda-beda. Al-Ghazali membagi kelompok orang-orang yang sampai pada
tingkat ma’rifat dan mahabbah kepada dua tingkatan yaitu pertama tingkatan seseorang
yang kuat dalam ma’rifat. Dia adalah seseorang yang menjadikan Tuhan sebagai
awal ma’rifatnya dan kemudian dengan ma’rifat itu ia mengenal segala sesuatu
yang selain Tuhan. Kedua adalah tingkatan seseorang yang lemah ma’rifatnya.
Yaitu seseorang yang bermula dengan mengenal ciptaan Tuhan kemudian dengan
ma’rifatnya ia mengenal Tuhan.
Untuk sampai pada mahabbah dan ma’rifat yang sempurna kepada Tuhan tentunya
seorang sufi terlebih dahulu harus melewati berbagi maqom dan melewati batas
fana’. Fana’ merupakan
satu istilah yang menggambarkan seorang sufi yang telah melakukan proses
takhalli dan tahalli. Seorang yang mencintai Tuhan akan berusaha bertakhalli
atau membersihkan diri dan jiwa dari segala macam sifat yang dibenci oleh
Tuhan. Begitu juga sebaliknya setelah seorang sufi melakukan tahkalli
(pembersihan) maka ia akan mengisi hidupnya dengan sifat-sifat yang dicintai
oleh Tuhan atau bertahalli.
Finalitas dari
sebuah mahabbah dan ma’rifat yang sempurna adalah terbukanya hijab dan
terjadinya tajalli atau penampakan Tuhan pada makhluknya. Seorang yang telah
sampai pada maqom ini akan merasa hidupnya terpenuhi oleh cahaya Tuhan. Bahkan
terkadang saat berada dalam kondisi sakran (mabuk) seseorang akan mengeluarkan
ucapan-ucapan teopatis atau dalam istilah tasawuf syatotoh. Yang menarik dari
konsep ma’rifat al-Ghazali adalah penolakannya pada konsep-konsep tokoh sufi
sebelum al-Ghazali seperti Abu Yazid dengan konsep ittihad, al-Hallaj dengan
konsep hulul, ibn Arabi dengan konsep wahdah al-wujud.
Menurut al-Ghazali
paham tersebut berkecenderungan ke arah ketuhanan yang bercorak
panteistis-imanenis yang menggambarkan Tuhan sebagai Dzat yang imanen dalam
diri manusia. Al-Ghazali melihat itu semua sebagai paham yang akan merusak
konsep tauhid yang menjadi ciri khas dogma teologi dalam Islam.
Dalam bukunya,
al-Munqidz, ia melihat rumusan mengenai kedua konsepsi ini sebagai khayalan
semata. Katanya, “… sampailah ia ke derajat yang begitu dekat dengan-Nya
sehingga ada orang yang mengiranya sebagai hulul, ittihad atau wushul. Semua
persepsi itu adalah salah belaka. … barang siapa mengalaminya, hendaklah hanya
mengatakan bahwa itu suatu hal yang tak dapat diterangkan, indah, baik, utama,
dan jangan lagi bertanya.”
Dengan batasan
ini, bisa dilihat bahwa al-Ghazali mempertahankan keyakinan mengenai Tuhan
sebagai Dzat yang transenden. Artinya Tuhan adalah Dzat yang mengatasi dan
berbeda dengan manusia : Ada perbedaan mendasar antara Tuhan dan makhluk
(manusia) secara jelas dalam pandangan al-Ghazali.
Akan tetapi
penolakan al-Ghazali terhadap hulul dan ittihad di atas tidak otomatis
merupakan penolakannya pada pengalaman orang-orang yang telah mencapai maqom
ma’rifat. Bagi al-Ghazali, pengalaman itu benar adanya. Kaum `arifun, setelah
pendakiannya ke langit hakekat, sepakat bahwa mereka tak lagi melihat dalam
wujud ini kecuali Tuhan.
Adapun ucapan
al-Hallaj ana al-Haq, dan ucapan-ucapan tokoh sufi lainnya yang dianggap aneh
dan menyesatkan sebenarnya hanyalah merupakan kata-kata teopatis atau syafahat.
Ia merupakan ucapan yang terlepas di bawah kontrol kesadaran seseorang saat ia
berada dalam keadaan mabuk (sakran) akan cinta Tuhan. Ucapan-ucapan itulah yang
selanjutnya di sebut sebagai ajaran-ajaran ittihad, hulul dan wihdatul wujud.
Menurut dia,
ilmu sejati atau ma’rifat sebenarnya adalah mengenal Tuhan. Mengenal Hadrat
Rububiyah. Wujud Tuhan meliputi segala Wujud. Tidak ada yang wujud, melainkan
Tuhan dan perbuatan Tuhan. Tuhan dan perbuatannya adalah dua, bukan satu.
Itulah koreksi al-Ghazali atas pendirian al-Hallaj dan ulama sufi lainnya.
Wujudnya ialah kesatuan semesta (wihdatul wujud). Alam keseluruhan ini adalah
makhluk dan ayat (bukti) tentang kekuasaan dan kebesaran-Nya. Sedangkan
penglihatan akan Tuhan melalui alam dan makhlukNya adalah sebatas tajalli atau
penampakan akan keberadaan Tuhan bukan berarti Tuhan menyatu dengan alam
apalagi mengalami perstuan ke dalam tubuh manusia.
Penyebaran
ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Al Ghazali
adalah salah satu ulama’ dan juga sufi yang terkenal di dunia. Hal ini
disebabkan salah satu faktornya adalah karangan kitab beliau yang terkenal
dengan nama Ikhya’ Ulumuddin (Menghidupkan ilmu-ilmu agama). Dalam kitab ini
pembahasannya dibagi menjadi empat bab dan masing-masing dibagi lagi menjadi 10
pasal, yaitu:
Pada bab
pertama: tentang Ibadah (rubu’ al – ibadah). Bab kedua: tentang adat istiadat (rubu’ al – adat).
Bab ketiga: tentang hal -hal yang mencelakakan (rubu’ al – muhlikat). Sedangkan
bab yang keempat: tentang maqamat dan ahwal (rubu’ al – munjiyat). Namun yang
menjadi isi pokok pada kitab tersebut adalah ikhlas dengan tauhid Allah dan
Ikhlas menjalankan tauhid Allah. Namun yang menjadi kekurangannya adalah al
ghazali tidak membahas tentang jihad dalam kitab tersebut, padahal pada saat
itu dalam keadaan perang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aswaja
adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada al-quran dan hadis. Begitu
banyak keistimewaan yang terdapat dalam aswaja, beberapa karakteristik aswaja
yang membedakan ajaran aswaja dengan aliran lainnya adalah dalam bidang akidah
(terdiri dari al-Asy’ari dan al-Maturidi), bidang fiqih (terdiri dari mazhab
Maliki, Hanbali, Syafi’i, dan Hanafi), dan bidang tasawuf (terdiri dari Al-Junayd
al-Baghdadi dan al-Ghazali).
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
Idris Ramli, Pengantar Sejarah AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH, 2012. Surabaya: Khalista.
Casinos in Malta - Filmfile Europe
BalasHapusFind the 바카라사이트 best Casinos in Malta including bonuses, games, games febcasino.com and the history of games. filmfileeurope.com We 토토 cover all 출장안마 the main reasons to visit Casinos in